Biasanya, album foto itu bukan hanya berisi foto, tapi juga potongan dari majalah atau hal-hal lain yang dianggap penting atau menarik.
Sekadar contoh, seorang gadis 1990-an mungkin memasang foto dirinya (sambil tersenyum mengenakan jaket jeans belel) di sebelah guntingan foto New Kids on The Block dari majalah remaja.
Sekarang, tindakan seperti itu mungkin lebih dikenal dengan nama scrapbooking. Ya, kurang-lebih sama sih. Tapi dulu pernak-pernik yang ditempel biasanya hasil perburuan, bukan beli paketan.
Kembali ke soal album foto itu. Rasa-rasanya saat ini kok album foto sudah tidak laku ya? Mungkin cuma saya pribadi saja, bukan hanya album foto, mencetak foto pun rasanya seperti sebuah perbuatan yang jadul.
"Anak digital" lebih suka menyimpan foto di ponselnya. Lalu, membagikannya via social media atau grup WhatsApp. Bahkan, foto-foto jadul pun sering difoto ulang untuk dibagikan kan?
Saya bahkan curiga, jangan-jangan tindakan menyimpan foto dalam hard disk terpisah pun sudah menjadi kegiatan yang terasa terlalu merepotkan.
Ini karena, menyimpan foto lewat awan sudah bukan hal aneh lagi. Apalagi setelah Google I/O 2015 lalu diumumkan adanya layanan Photos dari Google yang "unlimited".
Buat apa sibuk memindahkan foto ke hard disk kalau Google menyediakan ruang tak terbatas?
Menggiurkan
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.