Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024

Social Media dan Bocornya Rahasia Keluarga

Kompas.com - 19/06/2015, 21:17 WIB
|
EditorWicak Hidayat
KOMPAS.com - Konon, siapapun yang mencoba melacak jejak sejarah keluarganya, cepat atau lambat bakal menemukan sebuah rahasia. Semakin mundur ke belakang, semakin banyak kemungkinan adanya sesuatu yang dirahasiakan dari umum di keluarga kita.

Mungkin, salah satu sepupu dari nenek buyut Anda adalah seorang yang membantu pihak asing memperkuat cengkeramannya di Tanah Air? Atau, mungkin ada saudara jauh (jauuh sekali) yang pernah melakukan kejahatan tertentu, dan tak pernah dihukum atas kesalahannya?

Apapun itu, kemungkinannya, di jalur leluhur kita pasti ada yang pernah membuat kesalahan dan tidak diungkapkan ke publik, namun selalu dipergunjingkan di antara anggota keluarga. Sesuatu yang kemudian menjadi "rahasia umum", dirahasiakan tapi semua orang (setidaknya di keluarga) sudah tahu.

Tapi sekarang, dengan begitu pekatnya penggunaan social media di antara anggota keluarga, kadang menjadi hal sulit untuk menjaga rahasia tersebut. Rahasia yang tadinya hanya digunjingkan secara lisan, kini disampaikan dalam tulisan di aplikasi messenger. Lebih parah lagi, disampaikan lewat social media.

Mereka yang pintar akan menggunakan "kode" dalam pergunjingan itu. Mungkin dengan menggunakan nama samaran untuk menyebut salah satu "tokoh" yang terlibat.

Masalahnya, social media seakan menggoda kita untuk mengungkapkan sesuatu yang sifatnya rahasia. Bagian dari keinginan untuk mendapatkan Retweet, Love atau Like.

Pada 2012, peneliti neurosains di Harvard menerbitkan sebuah penelitian yang mengatakan bahwa berbagi pikiran pribadi (termasuk melalui social media) bisa mengaktifkan respons kimiawi menyenangkan di otak. Berbagi pikiran pribadi lebih menyenangkan, sebut para peneliti itu, dibandingkan sekadar menyambung lidah opini orang lain.

Bagian otak yang diaktifkan disebut sebagai mesolimbic dopamine system, sistem yang sama yang aktif merespon hal-hal seperti makanan, seks dan uang.

Elizabeth Bernstein dari Wall Street Journal juga pernah mengemukakan pendapatnya yang kurang lebih terkait dengan pencitraan.

Jika di satu sisi kita berusaha mempertahankan citra, misalnya kita selalu ingin tampak pintar, menarik dan cerdik, maka otak akan lengah dan lupa menyaring informasi apa yang perlu disampaikan. Di situ kemungkinan ada bocornya rahasia keluarga ke pihak luar.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke