Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi Soroti 5 Poin dalam RPP E-commerce

Kompas.com - 02/07/2015, 11:08 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

Dalam pasal, kata asosiasi, Kemendag belum detil menjabarkan siapa saja pihak yang harus memenuhi syarat KYC. Yang jelas, Kemendag berdalih aturan itu bertujuan menjamin perlindungan konsumen.

Padahal, kata asosiasi, ada cara-cara sederhana untuk menjamin keamanan transaksi online. Misalnya lewat pendataan nomor ponsel dan rekening bank. Selama ini, hal itu juga sudah dilakukan beberapa pelaku e-commerce.

Sebab, sebelum registrasi nomor ponsel, setiap orang dimintai KYC dengan menyertakan nomor KTP/SIM dan data lainnya. Pun yang terjadi pada data rekening. KYC sudah terakomodir di dalamnya.

"Kalau ada cara yang lebih mudah, kenapa harus ruwet?" Sari mempertanyakan.

Keempat, perizinan yang berlapis.

Asosiasi menjelaskan, selama ini e-commerce juga berada di bawah naungan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dengan posisi sebagai penyelenggara sistem elektronik. Untuk itu, regulasi perizinan e-commerce sedikit banyak berasal dari Kemenkominfo. Utamanya pada sistem elektroniknya.

Sementara itu, di draf RPP yang dikeluarkan Kemendag, perizinan juga dibahas dalam 3 poin. Menurut idEA, hal ini menyebabkan kebingungan bagi industri yang baru sekitar lima tahun terakhir ini tumbuh signifikan.

"Kami lihat kok banyak sekali obligasi-obligasi untuk verifikasi perizinan khusus. Perlu diketahui, e-commerce di sini sudah berbadan hukum. Jadi kalau kami harus melakukan sertifikasi lagi, tampaknya ada empat sampai enam syarat yang harus dipenuhi," Sari menuturkan.

Ujung-ujungnya, implikasinya akan berhubungan dengan mandegnya pertumbuhan e-commerce lokal.

Kelima, beberapa bagian RPP bertentangan dengan aturan hukum lain.

Dari kajian singkatnya, idEA menemukan beberapa pertentangan hukum antara draf RPP dengan peraturan yang sudah berlaku selama ini. Kerancuan pertama bersinggungan dengan hukum pengangkutan yang menganut asas tanggung jawab bersama.

"Setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab mengganti rugi atas segala kerugian yang timbul akibat kesalahan itu. Pihak yang dirugikan harus membuktikan kesalahan pengangkut," begitu bunyinya.

Namun, pada matriks RPP e-commerce, tanggung jawab tersebut langsung dilimpahkan pada penyelenggara sistem elektronik.

Selanjutnya, berdasarkan UU perlindungan konsumen, penyelesaian sengketa transaksi online bisa ditempuh melalui beberapa cara. Bisa melalui perdata di pengadilan, perdata di luar pengadilan, pidana, atau penyelesaian administratif.

Tetapi, pada matriks RPP, penyelesaian sengketa dilakukan lewat online yang sebelumnya tak dikenal oleh UU. "Kami melihat kok beberapa aturan RPP bergesekan ya dengan aturan lainnya," kata Sari yang juga menjabat Head of Legal situs belanja Lazada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com