Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024

Ini Alasan Uber Menolak Disebut Layanan Transportasi

Kompas.com - 08/07/2015, 13:54 WIB
|
EditorReza Wahyudi

JAKARTA, KOMPAS.com - Uber enggan disebut layanan transportasi seperti taksi. Perusahaan asal San Francisco tersebut berulang kali menyatakan diri sebagai aplikasi smartphone.

"Kami (hanya) melacak permintaan transportasi dari pengguna aplikasi. Lalu kami menyuruh pengemudi yang memakai sistem kami untuk menjemput peminta," kata International Launcher and Acting GM Uber Indonesia, Alan Jiang, Selasa (7/7/2015) di Pullman Hotel, Jakarta.

Menurut Jiang, pada dasarnya mekanisme Uber sama dengan Traveloka, sebuah situs travel online. Bedanya, situs travel online menjadi perantara maskapai penerbangan dengan pembeli tiket. Sedangkan, Uber menjadi penghubung pengemudi mobil dengan penumpang.

Poin lain yang digarisbawahi Uber adalah soal aset. Jiang mengatakan Uber tak memiliki aset kendaraan layaknya perusahaan taksi.

"Mobil yang tersedia di Uber berasal dari kemitraan dengan rental mobil yang terlisensi. Semua transportasi yang memakai sistem kami adalah milik rental," ia menuturkan.

Dari sisi pekerja, Jiang mengklaim Uber tak memiliki regulasi yang mengikat layaknya taksi. Pengemudi Uber tak memiliki seragam, tak memiliki jam kerja dan sementara ini tak menyetor duit ke Uber. Lebih tepatnya, Uber menyebut pengemudinya sebagai "mitra kerja" ketimbang "pekerja".

"Perusahaan taksi punya regulator. Sedangkan perusahaan kami tak menetapkan regulasi," katanya. "Pengemudi yang menunggu di satu tempat dan tak punya penumpang, tak akan dapat duit. Kalau mereka pergi ke tengah kota dan tak mendapat penumpang, mereka akan menghabiskan uang untuk beli bensin," ia menambahkan.

Dengan ini, pengemudi Uber benar-benar mendapat duit sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan. Tak ada target dan tak ada gaji pokok yang dibayarkan Uber.

Walau begitu, upah yang diterima pengemudi Uber bisa di atas standar gaji supir pada umumnya. "Pendapatan supir kami bisa mencapai Rp 16 juta tiap bulan," kata Jiang.

Hal ini dimungkinkan karena Uber belum menerapkan sistem bagi hasil dengan pengemudinya di Indonesia. Padahal, di negara lain, Uber memangkas 20 persen pendapatan pengemudi untuk perusahaan. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke