Pemikiran tersebut didasari pada fakta bahwa pencarian sudah lebih dari 60 persen area. Namun, dua kapal dengan peranti sonar bawah laut, GO Phoenix dan Fugro Discovery, yang disewa oleh Pemerintah Australia dan sebagian didanai oleh Pemerintah Malaysia, belum melihat atau menemukan satu serpihan pun.
Pemerintah Australia pun seolah tidak mau transparan dengan memberikan data hasil pencarian kepada pihak luar untuk dianalisis.
Dengan semakin menipisnya peluang menemukan serpihan badan pesawat, para ahli mulai mempertanyakan kompetensi perusahaan yang dikontrak untuk memetakan dasar laut, mereka disebut lebih mengutamakan kecepatan dibandingkan ketelitian dalam pencarian.
Selain itu, ada pula yang menyangsikan kemampuan Fugro, termasuk kemungkinan bahwa serpihan badan pesawat itu telah terlewatkan tanpa mereka ketahui.
Namun, baik Pemerintah Malaysia maupun Australian Transport Safety Bureau (ATSB) yakin bahwa perusahaan yang dikontraknya, Fugro Survey Pty, Ltd, mampu melakukan tugasnya.
Kompetensi yang dipertanyakan
Kompetensi Fugro Survey mendapat sejumlah pertanyaan dari beberapa ahli pengangkatan bangkai pesawat, termasuk peranti dan teknologi yang mereka gunakan.
Seperti yang diutarakan oleh Steven Saint Amour, ahli pengangkatan bangkai pesawat yang berbasis di Annapolis, Maryland, AS.
"Sangat aneh jika mereka menyewa perusahaan yang tidak memiliki aset dan rekam jejak," ujar Amour seperti dikutip KompasTekno dari The Huffington Post, Jumat (10/7/2015).
Namun, Fugro Survey sendiri bukannya tidak memiliki prestasi. Perusahaan survei yang berbasis di Belanda itu sebelumnya berhasil menemukan reruntuhan kapal dagang dari abad ke-19 di kedalaman 3.900 meter di bawah laut.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.