Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susahnya Dapat Sinyal Operator Indonesia di Perbatasan

Kompas.com - 15/08/2015, 09:47 WIB
Yoga Hastyadi Widiartanto

Penulis

SEBATIK, KOMPAS.com - Indonesia memang begitu luas, hingga sinyal telepon pun tak sepenuhnya menjangkau daerah-daerah pelosok. Misalnya di sekitar kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Bila Anda mencoba berjalan ke arah pelabuhan Sei Jepun, maka akan semakin terasa bahwa sinyal ponsel sulit didapat.

Bahkan menurut Suwardi, seorang penduduk setempat, kadang terjadi juga sinyal operator dari Malaysia yang menerobos masuk ke ponselnya. Padahal, dia tak menginjakkan ke Negeri Jiran itu.

"Kadang-kadang sinyalnya yang masuk malah operator Malaysia, pak. Namanya Maxis kalau nggak salah," ujar pria yang sehari-hari bekerja sebagai sopir carteran itu saat dijumpai KompasTekno, Jumat (14/8/2015) sore.

Peristiwa penyusupan sinyal operator Negeri Jiran ke ponsel miliknya terjadi sudah sejak lama, menurutnya sekitar 1998 silam ketika dia mulai menggunakan ponsel.

Karena sering ada sinyal operator asing itu mudah saja bagi pengguna untuk memakai kartu SIM yang diperoleh dari Tawau, Malaysia. Bisanya, lanjut Suwardi, masyarakat sekitar Nunukan memakai kartu SIM Malaysia itu untuk menghubungi saudaranya yang berada di sana.

"Kalau mau pakai nomer Maxis itu, tinggal cari sinyal ke pelabuhan saja. Biasanya di situ suka ada," ujarnya.

Selain cerita tersebut, Suwardi juga punya pengalaman lain. Kali ini terkait dengan roaming internasional yang terjadi pada nomer miliknya, meskipun sedang berada di Nunukan.

Hal seperti ini pernah terjadi mendadak. Ketika Suwardi menelepon istrinya menggunakan nomer lokal, tanpa disadari sinyal yang ditangkap ponselnya berubah menjadi sinyal operator luar negeri. Efeknya pulsa jadi tersedot habis dengan cepat karena terkena biaya interkoneksi.

"Padahal cuma nelepon tiga menit, tapi tiba-tiba putus saja. Pas dicek ternyata pulsanya habis Rp 25 ribu," terang pria berusia 41 tahun itu.

"Memang mahal, tapi kami sudah biasa. Tidak merasa dirugikan juga. Masalahnya si cuma kalau pakai internet suka gak lancar. Saya pakai internet kadang buat main CoC, kalo lagi War tiba-tiba putus dan gagal dapat bintang," pungkasnya.

Setelah menyeberang ke pelabuhan Mantikas, Sebatik, sekitar 30 menit menggunakan speedboat dari pelabuhan Sei Jepun, Nunukan, cerita yang kami peroleh pun tak jauh berbeda.

Bahkan, seperti diceritakan Amiruddin, pemilik counter pulsa di Desa Tanjung Karang, Sebatik, dirinya sempat menjual kartu SIM Maxis sekaligus pulsanya.

Pembeli kartu atau pulsa operator Malaysia itu rata-rata orang Indonesia yang bekerja atau memiliki saudara di Tawau. Selain karena memang bisa digunakan, tujuannya adalah membuat komunikasi jadi lebih murah.

Amir, sapaan akrab pria itu, mengatakan dia menjual pulsa Maxis menggunakan mata uang ronggit Malaysia. Harganya sekitar 10 ringgit, dengan masa aktif selama 7 hari.

Tapi bukan berarti sama sekali tak ada sinyal operator lokal di sana. Dia mengatakan sebenarnya dulu sudah ada sinyal Telkomsel. Sayangnya, pengguna mesti berusaha keras untuk bisa mendapatkan sinyal.

"Sekitar 2005, saya ingat baru bisa dapat sinyal kalau  manjat pohon kelapa. Biaya telepon juga mahal, dulu 'Assalamualaikum' saja bisa kepotong Rp 10 ribu," cerita Amir tentang pengalamannya.

"Kalau sekarang sudah ada (tanpa memanjat pohon), ya sejak dibangun BTS Telkomsel ini. Saya juga sudah tidak jualan nomor Maxis lagi, sejak setahun lalu," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com