Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Layanan Cloud Amazon Anti-Tumbang, Kok Bisa?

Kompas.com - 28/08/2015, 11:56 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkembangan teknologi menuntut perusahaan dan pengembang layanan internet untuk terus berinovasi. Konsekuensinya, semakin banyak data maya yang harus disimpan dan diolah.

Untuk menambah kapasitas penyimpanan data, perusahaan perlu menambah server. Secara konvensional, server diletakkan pada sebuah data center khusus yang dibangun sendiri oleh perusahaan.

Komponen server itu terdiri dari beberapa komponen hardware. Singkatnya, untuk menambah server, perusahaan perlu menambah hardware, menambah ruang pada bangunan kantor dan menambah biaya pengeluaran.

Tak hanya biaya pengiriman komponen hardware, namun juga biaya operasional hardware. Belum lagi waktu yang harus terbuang untuk menyusun hardware dan memfungsikannya secara efektif.

"Dengan cara tradisional, perusahaan harus mengeluarkan jutaan dollar hanya untuk menambah kapasitas server. Penyusunannya juga butuh waktu hingga benar-benar bekerja," kata Principal Technology Evangelist Amazon Web Services (AWS) APAC, Markku Lepisto, dalam sebuah pertemuan media pada Selasa (25/8/2015) di Hotel Grand Hyatt, Jakarta.

Keruwetan tersebut bisa tereduksi dengan inovasi penyimpanan yang dinamai "cloud platform". Beberapa perusahaan teknologi kawakan seperti Microsoft, Google dan Amazon telah mengadopsi konsep tersebut selama beberapa tahun terakhir.

Lalu, bagaimana cloud platform itu bekerja?

Secara sederhana, perusahaan atau pengembang cukup mempercayakan data mayanya pada penyedia cloud yang sudah ada. Selanjutnya, semua data cukup dikontrol lewat software khusus.

Perusahaan tak perlu menyediakan ruangan pada bangunan kantor untuk menempatkan data center fisik. Efisiensi ini disebut dapat memangkas pengeluaran, menghemat ruang dan menambah produktivitas kerja.

"Saat perusahaan ingin menambah kapasitas penyimpanan, cukup perintahkan layanan cloud lewat komputer sederhana. Dalam beberapa detik kapasitas akan bertambah," Lepisto menjelaskan.

Biaya yang harus dikeluarkan pun lebih sesuai dengan pemakaian kapasitas. Mekanisme komputasi ini disebut "Elastic Compute Cloud".

Saat pengguna menggunakan kapasitas 1 MB misalnya, maka harga yang dibayar mengacu pada harga untuk ukuran itu. Pada malam hari, ketika situs atau layanan perusahaan tak digunakan para netizen, artinya arus data tak banyak atau bahkan tak ada. Maka tak ada pula biaya yang harus dikeluarkan.

"Dengan pembayaran yang sesuai kapasitas pemakaian, perusahaan dan pengembang bisa berhemat hingga jutaan dollar jika dibandingkan dengan menggunakan server konvensional," kata Lepisto.

AWS diklaim anti tumbang

Jika terjadi kerusakan server, layanan cloud sudah memiliki sistem yang disebut "self-healing". Maksudnya, server bisa memperbaiki kerusakan secara otomatis. Dalam waktu perbaikan tersebut, situs atau layanan maya perusahaan akan dialihkan ke server lain untuk sementara.

Pada sistem cloud AWS misalnya. Anggaplah sebuah perusahaan memilih dua server di Singapura sebagai penyokong utama dan dua server di Tokyo sebagai penyokong cadangan.

Saat server di Singapura down, situs perusahaan akan langsung beralih ke server di Tokyo. Pada saat bersamaan server di Singapura akan memperbaiki dirinya sendiri dan mendatangkan "bala bantuan" dari server lain yang sama-sama berbasis Singapura.

Hanya dalam hitungan detik, situs perusahaan akan kembali menggunakan server utamanya. Semua sistem otomatis ini diatur melalui konfigurasi cloud yang canggih. Maka, saat ada server yang rusak atau overload, pengunjung situs tak akan "ngeh".

"Dulu, saya pernah merayakan ulang tahun. Baru selesai memotong kue, saya ditelepon perusahaan untuk segera berangkat ke Meksiko karena server di sana rusak. Saat itu juga saya bergegas ke bandara. Sekarang hal semacam itu tak akan saya alami," Lepisto mengenang keruwetan zaman dulu sebelum cloud platform menjadi tren seperti sekarang.

AWS sebenarnya tak melulu terkait penyimpanan data maya. Perusahaan ini memiliki lebih dari 50 layanan lain. Di antaranya komputasi, penyampaian konten, database, analitik, aplikasi, manajemen dan jaringan.

Layanan-layanan tersebut dapat menjadi solusi baru untuk menjalankan startup digital, media online, situs web, game dan bidang enterprise lainnya.

Di Indonesia, beberapa media dan startup sudah memanfaatkan cloud AWS. Di antaranya Kompas.com, SCTV, Tribun News, Viva.co.id, Liputan 6, Archipelago, Urban Indo, Prodgy, Traveloka, Berrybenka, Tiket.com, Blibli.com, Rumah123.com, Bilna.com, Grivy.com dan Global Digital Prima.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com