"Inggris saja diperkirakan butuh biaya 200 miliar Ringgit untuk meningkatkan infrastrukturnya," ujar Salleh.
Yang jadi pertanyaan adalah, apakah pengguna internet di Inggris mau jika biaya tersebut hanya dipakai untuk memperbaiki kondisi internet, alih-alih membangun infrastruktur lain, seperti energi, jalan raya, rel kereta, dan sebagainya.
Menurut Menteri Salleh, Malaysia bisa saja mendongkrak kecepatan internet di negaranya hingga katakanlah 5 Mbps dan memaksa warga Malaysia untuk membeli paket internet cepat tersebut.
"Namun itu butuh biaya yang tinggi pula, dan internet hanya akan dinikmati oleh mereka yang mampu membayar mahal saja," terangnya.
Pemerintah Malaysia menurut Salleh bisa saja membuat paket internet 20 Mbps, namun kebanyakan rakyat Malaysia tidak akan maksimal memanfaatkannya dan lebih memilih internet yang lebih lambat namun masih terjangkau.
"Yang ditulis Lim di blog-nya hanya soal kecepatan, sementara pembangunan internet di Malaysia fokus pada kecepatan, jangkauan, dan daya beli," tegas Salleh.
Malaysia sendiri menargetkan pada tahun 2020 mendatang setidaknya 95 persen rakyat Malaysia telah terhubung dengan akses internet, dan 50 persen penghuni perkotaan dan 20 persen wilayah pedesaan memiliki koneksi internet broadband 100 Mbps.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.