Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal AgustaWestland AW101 Jadi Helikopter Kepresidenan RI

Kompas.com - 27/11/2015, 10:42 WIB
Reska K. Nistanto

Penulis

Helikopter itu pun sudah dioperasikan oleh TNI AU, hanya peruntukannya yang berbeda, yaitu sebagai Combat SAR. Dengan demikian, kru yang terlatih baik dari pilot, mekanik hingga fasilitas pendukungnya sudah ada.

Tinggal dikonversi saja menjadi helikopter VVIP dengan persyaratan yang ditentukan, seperti kevlar penahan peluru, pengecoh misil, radar jamming, dan sebagainya.

Dengan demikian, pengadaan alutsista tersebut sesuai dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Dimana di Pasal 43 butir (1) disebutkan bahwa pengguna wajib mengunakan Alat Pertahanan dan Keamanan produksi dalam negeri.

Bukankah lebih baik jika TNI AU mengoperasikan helikopter yang sejenis, sehingga bisa menghemat anggaran pelatihan, suku cadang, dan fasilitas pendukung lainnya karena sudah ada.

Terlepas dari polemik tersebut, TNI AU sudah yakin dengan keputusannya untuk memboyong helikopter dengan julukan "Merlin" tadi sebagai heli angkut kepresidenan.

AW101 sebenarnya helikopter yang memiliki performa hampir setara dengan EC725, seperti dalam hal daya jelajah, kecepatan jelajah, dan endurance terbang.

Mereka bahkan sesumbar sebelum hari bhakti TNI AU tahun depan, yang jatuh pada 9 April 2016, helikopter tersebut sudah datang di Indonesia dan bisa dipamerkan ke masyarakat dengan dibawa terbang flypass, ajang dimana TNI biasanya mengatakannya sebagai bentuk pertanggungjawaban TNI kepada rakyat, karena alutsista-alutsista tersebut juga dibeli dengan uang rakyat.

Namun yang perlu diingat, bentuk pertanggungjawaban bukan hanya sekadar memamerkan di depan publik. Publik juga perlu tahu latar belakang mengapa alutsista itu bisa sampai dipilih dan digunakan.

Tugas TNI AU saat ini adalah meyakinkan masyarakat dan pengamat, bahwa pilihan mereka adalah tepat. Bukan sekadar mengatakan di media bahwa pemilihan AW101 sudah melewati kajian saja, namun TNI AU juga harus menjelaskan kajian seperti apa yang dimaksud, siapa saja yang mengaji, dan hasilnya seperti apa? Itulah bentuk pertanggungjawaban yang sebenarnya.

Tulisan ini bukan untuk membuat gaduh berita tentang helikopter kepresidenan, toh keputusannya sudah diambil oleh TNI AU.

Namun TNI AU juga harus membuka telinga dan mau mendengar, di luar sana banyak suara-suara sumbang yang mempertanyakan, alih-alih memaksimalkan potensi yang sudah ada, mengapa TNI AU justru memilih untuk menambah "gado-gado" alutsista yang dioperasikannya?

Tulisan ini menampilkan opini pribadi dari jurnalis KompasTekno, Reska K. Nistanto. Opininya tidak menggambarkan opini perusahaan. Penulis bisa dihubungi lewat blog www.aviatren.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com