Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Apa di Balik Penggratisan WhatsApp?

Kompas.com - 20/01/2016, 11:58 WIB
Oik Yusuf

Penulis

Pihak Facebook sendiri selaku pemilik WhatsApp tak menerapkan “deadline” tertentu bagi layanan chatting tersebut untuk mulai mendulang pendapatan besar.

Dengan demikian, menurut Koum, WhatsApp bisa fokus mendorong pertumbuhan pengguna tanpa takut kehilangan pelanggan yang tak bisa membayar, sambil sekaligus mencoba-coba peruntungan di ranah baru.

Keamanan terburuk

Langkah WhatsApp memasuki segmen korporat menimbulkan sedikit kekhawatiran soal keamanan informasi sensitif yang banyak beredar di bidang ini. Apalagi WhatsApp bisa dibilang belum memiliki reputasi mumpuni di bidang keamanan data.

Malah sebaliknya, perusahaan ini kerap tertimpa persoalan sekuriti.

Sebagai contoh, belum lama ini, pada September 2015, muncul kabar bahwa client WhatsApp versi web (desktop) memiliki celah berbahaya yang bisa dimanfaatkan untuk memasang malware di komputer pengguna.

Sebelumnya, sekitar pertengahan tahun lalu, WhatsApp dinobatkan jadi perusahaan teknologi terburuk dalam hal pengamanan privasi pengguna oleh The Electronic Fountier Foundation (EFF).

WhatsApp dinilai tak menerapkan praktik-praktik terbaik menurut standar keamanan industri teknologi. WhatsApp turut dipandang kurang transparan dalam menangani beberapa isu terkait privasi, misalnya penghapusan konten tertentu yang diimbau oleh pemerintah dan kebijakan terkait penyimpanan data pengguna.

Soal ini, WhatsApp menyatakan bahwa tiap pesan yang dikirim melalui layanannya dilindungi oleh enkripsi. WhatsApp juga tak menyimpan pesan pengguna di dalam server miliknya, dengan pengecualian pesan belum terkirim yang akan disimpan di server dengan waktu maksimal 30 hari sebelum dihapus.

Namun langkah-langkah di atas tak menjamin seratus persen bahwa informasi pengguna yang tersimpan dan dikirim lewat WhatsApp tak bakal diintip oleh pihak lain.

Laporan EFF menggarisbawahi absennya kebijakan yang mengatur prosedur penyerahan data pengguna ke pihak otoritas seperti pemerintah sebuah negara di dalam policy WhatsApp. Data pengguna WhatsApp, misalnya, bisa diminta tanpa memerlukan surat perintah dari pengadilan. Pengguna pun tak diberitahu apabila ada permintaan data dari pihak tertentu.

Terlebih, perusahaan yang menaungi WhatsApp, Facebook, dikenal memiliki sejarah mematuhi permintaan data pengguna oleh otoritas.

Urusan sekuriti data sendiri ibarat pedang permata dua. Si satu sisi, otoritas sebuah negara membutuhkan informasi untuk melacak hal-hal terkait keamanan seperti jaringan teroris yang kerap aktif berkomunikasi di media sosial, di balik tameng perlindungan enkripsi dan privasi.

Di sisi lain, pengamanan WhatsApp harus melindungi informasi-informasi sensitif yang tersimpan dan beredar lewat layanan tersebut, yang bisa saja dibobol dan dipakai untuk keperluan lain oleh pihak tertentu, misalnya hacker.

WhatsApp selaku penyedia layanan pesan instan terbesar pastilah sering digunakan untuk bertukar informasi penting oleh hampir semiliar pemakainya.

Sebelum kalangan perbankan dan maskapai ikut nimbrung sekalipun, WhatsApp sudah lazim dipakai ngobrol oleh tokoh penting penyelenggara pemerintahan, termasuk mungkin di Indonesia.

Basis pengguna WhatsApp berikut data-data mereka yang sangat besar jumlahnya boleh jadi akan menjadi magnet abadi yang akan selalu mengundang kekhawatiran bakal dieksploitasi, entah oleh hacker, otoritas, ataupun pengiklan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com