Berisikan lebih dari 9.000 konten visual yang merujuk ke pornografi anak, pengguna bisa mengunduh konten langsung dari situs tersebut.
Bila masih kurang, situs itu turut menyediakan tautan ke lebih dari 23 ribu gambar dan video anak di bawah umur lainnya. Namun, Playpen cuma bertahan 13 hari hingga 4 Maret 2015. Setelah itu situs tak bisa diakses.
Ternyata, Playpen tak lain dan tak bukan adalah "jebakan" FBI untuk memancing para pedofil dan mengidentifikasi kejahatan mereka, sebagaimana dilaporkan USAToday dan dihimpun KompasTekno, Senin (25/1/2016)
Alhasil, ditemukan lebih dari 215 ribu netizen mendaftar sebagai anggota Playpen. Saat dalam kendali FBI, lebih dari 100 ribu pengguna mengunjungi situs pengusutan tersebut.
Dari jumlah itu, ada 1.300 pengguna yang alamat komputernya bisa dilacak. Lebih mengerucut, 137 pengguna terindikasi sebagai pelaku kejahatan seksual terhadap anak dan kini sedang diproses hukum.
Tak dibeberkan lebih detil proses identifikasi 137 tersangka. Kasus-kasus mereka pun masih menjadi rahasia untuk publik.
Kontroversial
Terlepas dari efektivitas pelacakan via Playpen, mekanisme jebakan berupa situs porno tersebut mengundang pro dan kontra dari masyarakat. Ada yang memuji, ada juga yang mencerca.
Pengacara untuk salah satu tersangka, Colin Fieman, mengatakan jebakan FBI tak akurat menjaring penjahat yang sebenarnya. Ia menuding langkah FBI justru merupakan bentuk sosialisasi kekerasan seksual pada anak-anak.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan