Layanan transportasi berbasis aplikasi yang sudah beroperasi di Indonesia, antara lain GoJek, Uber, dan Grab. Dua nama terakhir sedang disorot karena mendapat penolakan dari industri taksi nasional.
"Kita harus smart, kalau aplikasi ini datanya lengkap, pemerintah daerah bisa minta data ini data itu, komplit," ujar Rudiantara saat berkunjung ke kantor redaksi Kompas.com, Kamis (17/3/2016).
Menurut Rudiantara, data itu bisa dipakai sebagai dasar untuk membuat berbagai kebijakan pemerintah. "Intinya meningkatkan pelayanan masyarakat," kata pria yang akrab disapa Chief RA itu.
"Ini kan yang namanya data mining," imbuhnya.
Model kerja sama berbagi data antara penyedia aplikasi dengan pemerintah ini dikatakan Chief RA telah dilakukan oleh pemerintah kota Moskow, Rusia dengan Uber.
Uber di Rusia pada Selasa (15/3/2016) lalu memang telah bersepakat dengan pemerintah kota Moskow. Mereka boleh beroperasi di kota tersebut salah satunya dengan syarat data perjalanan yang dimiliki Uber diserahkan ke pemerintah.
Data tersebut dikutip KompasTekno dari Fortune, Jumat (18/3/2016), bukan untuk melacak perjalanan penumpang Uber, melainkan menjadi data agregasi yang bisa membantu pihak berwenang menentukan apa peranan Uber di bidang lalu-lintas bagi kota Moskow.
Di Indonesia sendiri, Kemenkominfo dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah sedang membahas pengajuan badan hukum koperasi oleh pengusaha rental transportasi berbasis aplikasi online.
"Izinnya ada kan sedang diproses sama Kementerian Koperasi," kata Rudiantara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.