Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KEBIJAKAN

Visi Ekonomi Digital Jokowi, Apa Langkah Konkretnya?

Kompas.com - 21/03/2016, 07:56 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis


KOMPAS.com
– Ekonomi digital menjadi topik utama saat Presiden Joko Widodo bertandang ke Amerika Serikat pada medio Februari 2016. Bila konsep itu terwujud, nilai potensi ekonomi digital Indonesia pada 2020 mencapai 130 miliar dollar AS atau setara sekitar Rp 1, 690 triliun dengan kurs Rp 13.000 per dollar AS.

"Pertanyaannya, langkah konkret apa yang harus disiapkan dan dilakukan untuk mewujudkan konsep itu?" tanya Ketua Komite Penyelarasan Teknologi Informasi dan Komunikasi (KPTIK) Dedi Yudiant, Jumat (18/3/2016), membuka perbincangan di Kompas.com tentang visi Presiden tersebut.

Dedi menyebutkan, teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tidak akan bisa dipisahkan dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), peranti jaringan (network), dan sumber daya manusia (SDM). Menurut dia, Indonesia sudah tertinggal jauh bila visi ekonomi digital dimulai dari sisi hardware dan software.

Capaian dan kecepatan pergeseran teknologi informasi dan komunikasi di bidang hardware dan software sudah sangat tinggi. Adapun soal network, ujar Dedi, tantangannya ada pada infrastruktur.

"Peluang Indonesia ada pada SDM. Semua lini itu, yang mana pun, butuh SDM untuk melakukan dan menjalankannya," ujarnya.
 
Mulai dari mana?

Menurut Dedi, sebaiknya cara melihat peluang dan potensi teknologi informasi dan komunikasi pada masa depan tidak semata merujuk pada kisah sukses Google, Facebook, atau beragam startup global.

"Kita malah akan kehabisan waktu mengejar capaian mereka kalau step by step persiapannya tidak disiapkan," ujar Dedi.

Thinkstock Ilustrasi

Bukan berarti Indonesia tidak bisa menghasilkan produk seperti contoh-contoh itu, terutama dari  peluang perangkat lunak.

"(Namun), SDM kita sudah siap belum?" ucapnya.

Untuk sebuah produk startup menjadi viral terpublikasi, dipakai dalam keseharian, dan menghasilkan pendapatan besar, ungkap dia, butuh dukungan SDM yang kuat di segala lini.

"Ini bicara dari konseptor, pembuat program aplikasi, pembuat desain web, sampai operator-operator yang akan menjalankan aplikasi-aplikasi itu di masyarakat," papar Dedi.

Karena itu, Dedi melihat visi Presiden soal ekonomi digital ini harus bersinergi dengan visi lain Presiden terkait penyiapan tenaga terampil melalui jalur pendidikan vokasi. Sejak awal menjabat, Presiden mendorong pendidikan vokasi dikedepankan, termasuk menyatakan bakal lebih dibutuhkannya lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) ketimbang sekolah umum.

"Tenaga-tenaga terampil di bidang teknologi informasi dan komunikasi ini harus dipasok sebanyak-banyaknya. Cara paling cepat dan masif, ya lewat SMK," saran Dedi.

Inkubasi

Sudah cukup? Belum. Dedi merasa masih melihat satu lagi pertanyaan tersisa untuk dijawab.

"“Kalau memang visinya ekonomi digital, sudah ada belum sih sentra teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia?" ujar Dedi merujuk pada sektor-sektor industri lain yang sudah punya sentra semacam itu.

Setengah berkelakar, Dedi memberikan contoh, kalau ingin menghasilkan orang yang ahli di bidang agama, butuh kehadiran pesantren atau lembaga pendidikan agama. Demikian pula kalau hendak mewujudkan produk kreatif di bidang kerajinan tangan atau bahkan industri "senior" seperti otomotif, pasti ada sentra-sentra produksinya.

Shutterstock meski angkanya masih didominasi laki-laki, beberapa perempuan sudah memiliki andil di bidang Teknologi Informasi. Hal ini mengundang paham bahwa dunia perempuan tidak hanya di rumah saja tetapi berkembang lebih luas.

"Ya, kalau mau visi ini terwujud, kita butuh semacam Silicon Valley-nya Indonesia," kata Dedi.

Sillicon Valley merupakan kawasan di California, Amerika Serikat, yang melejit namanya seiring lompatan temuan dan produk teknologi informasi, tak terkecuali untuk kelahiran Apple—dengan Mac, iPad, dan iPhone-nya—maupun Google dan Facebook.

Kawasan-kawasan semacam itu bakal mempertemukan orang-orang dengan kesamaan ketertarikan dan visi sehingga memunculkan diskusi dan ide-ide pengembangan lanjutan yang terarah dan terukur.

"Mereka bisa berdiskusi, berbagi pembaruan informasi, dan karenanya memiliki dukungan sarana penunjang untuk mewujudkan ide besar di bidangnya," ujar Dedi.

Inkubasi, tegas Dedi, menjadi salah satu kebutuhan yang harus segera mendapat solusi.

"Kampung cyber atau apalah namanya. Infrastruktur dan penghuninya harus cocok. Jangan mau bicara visi ekonomi digital, tapi akses internetnya masih putus-putus atau terlalu terbatas," papar dia. (Baca: Jarang Upload, Orang Indonesia Tidak Kreatif?)

Potensi

Sensus penduduk Indonesia pada 2010, mendapati total populasi negeri ini mencapai lebih dari 237 juta orang. Dari angka itu, tren demografi memperlihatkan sebagian besar orang Indonesia sedang dan menuju usia produktif, rentang usia 15-35 tahun.

Harian Kompas Hasil survei Litbang Kompas tentang perilaku pengguna internet di Indonesia, sebagaimana tayang pada edisi 21 Juli 2015.

Jangan lupa, rentang usia tersebut juga sudah melek internet. Adapun generasi di bawah rentang usia tersebut bahkan sudah bisa dibilang merupakan native digital, alias sejak lahir sudah ada di era digital.

Konfirmasinya antara lain dapat merujuk pada data penjualan gadget dan pemakaian internet lewat ponsel. (Baca: Mau Tahu Hasil Riset “Google” soal Penggunaan “Smartphone” di Indonesia?).

Merujuk situs web Kementerian Keuangan, nilai transaksi e-commerce di Indonesia saja sudah mencapai 8 miliar dollar AS pada 2013, naik menjadi 12 miliar dollar AS pada 2014, dan pada 2016 diperkirakan melompat menjadi 24,6 miliar dollar AS.

Namun, lanjut Dedi, semua angka dan potensi ini bisa menjadi simalakama, ketika faktanya orang Indonesia hanya sebatas menjadi pembeli dan pengguna.

Nah, mau membantu Presiden mewujudkan visi ekonomi digital? Mulailah dari yang konkret.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com