Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Palupi Annisa Auliani
Tukang Ketik

Pekerja media. Dari cetak, sedang belajar online dan digital, sambil icip-icip pelajaran komunikasi politik di Universitas Paramadina.

kolom

Untung, Loper Koran dan Pak Pos Tak Unjuk Rasa seperti Sopir Taksi...

Kompas.com - 25/03/2016, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Walaupun sebagian nilai saham perusahaan taksi yang melantai di bursa pada tahun ini tergerus cukup dalam, perusahaan itu tetap membukukan pertumbuhan laba. Dari laba itu, apa inovasi terbaru untuk menyikapi perkembangan teknologi dan tuntutan kebutuhan konsumen? Kenapa tak ada yang mempertanyakan itu?

Untuk angkutan umum seperti bus kota, sampai kapan konsumen harus bersabar terjadi perubahan untuk kepastian waktu melintas? Ups, kapan bus-nya jadi bagus dulu deh?

Kalau sudah menyebut semua itu, mohon maaf sebelumnya, Pemerintah apa kabar? Hanya meributkan perizinan tetapi tak bisa menyediakan alternatif solusi yang menjawab kebutuhan publik dan zaman?

Sama-sama cari makan

Seperti halnya pedagang kaki lima yang “cuma” butuh tempat berjualan dilewati pembeli—bayar pun sudah mereka lakukan kepada para “oknum”—masalah transportasi online adalah solusi bagi banyak orang.

Tak hanya bagi konsumen, tetapi juga solusi bagi para driver yang bisa ditebak punya latar belakang pengangguran, ojek pangkalan, atau pekerja dengan gaji pas-pasan yang mencari sambilan.

Lapangan kerja terbatas. Perusahaan transportasi tak punya mekanisme memberdayakan orang-orang yang sama-sama butuh makan sembari tetap mencetak laba. Pemerintah belum juga menghasilkan regulasi yang mewadahi solusi sekaligus administrasi. Ini pekerjaan rumah yang sesungguhnya, bagi semua orang yang berpikir solusi.

KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES Gabungan sopir taksi dan bajaj melakukan aksi demonstrasi di sepanjang Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (22/3/2016). Mereka menuntut pemerintah menutup angkutan umum berbasis online karena dianggap mematikan mata pencaharian mereka.
Satu lagi, kenapa malah tidak ada yang mempersoalkan data terhimpun dari layanan transportasi online? Lagi pula, kalau perusahaan-perusahaan itu membesar, yang menikmati keuntungan pada akhirnya lebih banyak para “bule” pemilik sahamnya.

Mbok ya, daripada bertengkar sendiri di antara sesama pencari makan di Bumi Pertiwi, mending ada yang memulai bikin itu model perusahaan transportasi, tapi murni punyanya anak negeri.  Data, kuat diduga adalah jualan masa depan para pemodal layanan transportasi maupun jasa elektronik asing yang sekarang jadi sarana banyak orang beraktivitas.

Kalau naik ojek online—yang mana pun—bisa lebih murah, bisa jadi karena pemodalnya memang lebih mengincar akumulasi data untuk beragam pemakaian lain daripada mengharap pemasukan dari jasa antar-jemput orang pakai sepeda motor lewat mekanisme mitra kerja itu.

Wah, bisa jadi kemana-mana ini. Gampangnya, buat para pekerja, protes dulu pembuat kebijakan di perusahaan Anda sebelum membuat huru-hara, ketika pintu rezeki dari “mengabdi” kepadanya terasa menyempit.

Perusahaan sebesar apa pun, kalau tak punya inovasi setelah mencapai level suksesnya, hampir pasti bakal tergerus. Buat perusahaan, baca juga artikel yang sama dalam tautan di di samping. (Baca: Tentang “Handphone Sejuta Umat”).

Perusahaan-perusahaan seperti IBM, Nokia, Motorolla, dan Blackberry yang berskala jauh lebih besar daripada sebagian besar perusahaan di negeri ini  juga bisa jatuh dengan tragis, “bahkan tanpa berbuat kesalahan,” kalau merujuk pernyataan dari CEO Nokia Jorma Ollila saat perusahaannya diakuisisi Microsoft.

Dari semua cerita ini, nilai moralnya adalah, jangan berhenti sekadar berdebat membahas pro-kontra soal demonstrasi pada Selasa. Apa solusi dan inovasinya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com