Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Bisnis "E-Commerce" Lokal Kalah "Buas" dengan Asing!

Kompas.com - 30/03/2016, 07:32 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis

KOMPAS.com – Memenuhi kebutuhan pribadi, dari yang pokok sampai remeh-temeh, kini bisa lebih mudah dengan hadirnya internet. Kehabisan pulsa ponsel, misalnya, cukup membelinya secara online. Orang hanya butuh waktu semenit untuk bisa kembali menelepon atau berselancar di dunia maya.

Bisnis berbasis internet atau e-commerce di Indonesia memang sedang melaju kencang. Banyak pengusaha mengadu untung di bidang ini. Sebutlah, dari dalam negeri ada Tokopedia, Bukalapak, Go-jek, atau Sepulsa.com.

Wajar saja, pasar e-commerce Tanah Air begitu masif dan menggiurkan bagi pebisnis. Pada 2015, lembaga konsultan ICD Research mencatat pertumbuhan perdagangan elektronik nasional sejak 2012-2015 menanjak hingga 42 persen, lebih tinggi dibanding Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Lebih dari itu, Accenture, konsultan khusus bidang teknologi digital, memprediksi bahwa nilai pasar e-commerce di Indonesia akan naik dari 1,3 miliar dollar AS pada 2015 menjadi 7,9 miliar dollar AS atau setara Rp 104,5 triliun pada 2020 memakai kurs saat ini.

Penelitian sama menyebutkan, salah satu faktor proyeksi lonjakan pasar e-commerce di Indonesia adalah karena berbelanja secara online dianggap lebih efektif oleh konsumen Indonesia. Dengan belanja lewat internet, mereka tak harus bermacet-macetan selama perjalanan atau mengantre di kasir.

Persaingan

Namun, bak peribahasa "ada gula, ada semut", peluang bisnis berbasis internet tak hanya mengundang riuh pebisnis lokal, tetapi juga perusahaan asing. Banyak pebisnis e-commerce yang sudah sukses di negeri asalnya mulai mengepakkan sayap ke Indonesia.

Beberapa di antara e-commerce asing yang sudah merambah Indonesia adalah situs belanja online asal Singapura, Lazada, atau Aliexpress dari China. Bahkan, eBay milik Paman Sam santer dikabarkan turut berekspansi ke Tanah Air berdasarkan informasi pembukaan lowongan kerja untuk mengisi posisi Head of Indonesia Cross Border Trade di akun LinkedIn resminya.

"Filosofi internet kan freedom. Kita tidak bisa membatasi asing," ucap Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Daniel Tumiwa, di Jakarta, dilansir Kompas.com, Jumat (22/1/2016).

Meski begitu, tak lantas pengusaha lokal harus jatuh pesimistis dan hanya berpangku tangan. Justru, meraup hati pelanggan dalam negeri seharusnya lebih mudah dilakukan karena kesamaan latar belakang budaya. Kuncinya, pebisnis harus jeli menganalisis tantangan yang ada dan menyediakan solusi.

Tantangan pertama dalam bisnis online di Indonesia adalah metode pembayaran. Pembayaran belanja online masih bergantung pada kartu debet atau kredit. Padahal, jumlah pemilik rekening bank di Indonesia masih rendah, yaitu hanya sekitar 60 juta orang dari dari 250 juta penduduk Indonesia. (Baca: Masih Rendah, Jumlah Pemilik Rekening Bank di Indonesia)

Sebagai alternatif, pengusaha harus memanfaatkan jenis pembayaran lain. Salah satu inovasi yang dilakukan beberapa situs belanja, misalnya, bekerja sama dengan minimarket yang memiliki ribuan cabang di seluruh Indonesia. Pembeli yang tak memiliki rekening dapat melakukan pembayaran lewat gerai tersebut sehingga lebih banyak orang diharapkan bisa berbelanja online.

Tantangan kedua adalah logistik. Bagi pelanggan di kota-kota besar pengiriman barang tak jadi urusan pelik, tetapi tidak demikian dengan mereka yang ada di daerah pelosok. Masih belum meratanya jalur distribusi yang layak mengharuskan pebisnis memutar otak lebih kencang agar produk yang ditawarkan bisa menjangkau seluas mungkin wilayah.

Jalur online

Terakhir, bisnis e-commerce di Indonesia masih terbentur urusan teknologi. Persoalan pertama, koneksi internet di Tanah Air belum merata di seluruh daerah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com