Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Berliku Legalisasi Uber dan Grab di Indonesia

Kompas.com - 25/04/2016, 15:46 WIB
Yoga Hastyadi Widiartanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan No 32 Tahun 2016 bukan untuk memberangus transportasi berbasis aplikasi. Meskipun demikian, tak bisa dimungkiri bahwa penertiban itu membuat proses penyelenggaraan layanan jadi lebih berliku.

Peraturan tersebut dibuat setelah para pengemudi taksi melakukan unjuk rasa besar-besaran meminta layanan transportasi berbasis aplikasi ditutup. Sempat terjadi kericuhan dalam aksi massa pada Maret lalu itu.

Berselang sepekan sejak peristiwa tersebut, Kemenhub membuat Permen No 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Isinya tidak spesifik mengatur transportasi berbasis aplikasi, tetapi memuat sejumlah persyaratan yang diperlukan.

Baca: Diam-diam, Kemenhub Sudah Terbitkan Aturan Taksi "Online", Ini Poin-poinnya

Kemenhub yang diwakili oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pudji Hartanto Iskandar menggelar sosialisasi mengenai aturan itu pada Jumat (22/4/2016) lalu.

Beberapa hal yang menjadi sorotan adalah keharusan untuk memakai mobil dengan surat tanda nomor kendaraan (STNK) atas nama perusahaan, kepemilikan pul dan bengkel, serta pengaturan tarif atas dan bawah.

Ketiga syarat tersebut akan sangat berpengaruh pada perusahaan transportasi berbasis aplikasi meskipun tidak berarti mematikan mereka.

1. STNK atas nama perusahaan

STNK umumnya didaftarkan sesuai dengan nama pemilik. Kendaraan GrabCar dan Uber yang rata-rata merupakan mobil pribadi pun didaftarkan sesuai kebiasaan tersebut.

Sekarang, merujuk pada Permen 32 Tahun 2016 Pasal 18 ayat 3 huruf c, STNK mobil pribadi yang akan dijadikan kendaraan Uber dan GrabCar harus dimutasi menjadi atas nama perusahaan. Jika hal tersebut dilanggar, maka kendaraan tidak boleh “narik”.

Baca: Taksi "Online" Wajib Pakai STNK atas Nama Perusahaan

Pudji menolak anggapan bahwa aturan ini ditujukan untuk memberangus transportasi berbasis aplikasi. Menurut dia, syarat yang dimaksud masih bisa diakali.

Cara mengakali syarat ini adalah dengan mencantumkan nama perusahaan dan pemilik kendaraan dalam STNK. Dia juga menyarankan agar pengemudi pribadi yang melakukan mutasi ini menggunakan jasa notaris.

Notaris berperan mencatat dan mengesahkan mobil tersebut sebagai milik pribadi, walaupun di STNK tercantum nama perusahaan. Dengan demikian, seandainya terjadi sengketa, pemilik tetap kuat secara hukum dan mobil tersebut tidak bisa diklaim oleh perusahaan.

“Memang harus ada usaha dan modal yang keluar, tapi ya namanya mau usaha (bisnis),” ujarnya dalam acara sosialisasi Permen 32 Tahun 2016 di Kantor Kemenhub.

2. Tarif atas dan bawah

Soal tarif ini, menurut Pudji, bisa dibahas antara perusahaan dan mitra, tetapi penentuannya harus mendapat persetujuan dari pemerintah. Akan ada aturan baru mengenai tarif atas dan bawah yang mesti diikuti oleh penyedia transportasi berbasis aplikasi.

Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Andri Yansyah menambahkan bahwa langkah ini bertujuan untuk menciptakan tingkatan yang setara antara perusahaan taksi dan transportasi berbasis aplikasi.

Contohnya pemerintah menentukan tarif atas Rp 10.000 dan tarif bawah Rp 5.000. Maka, pihak Uber dan GrabCar tidak boleh menawarkan harga lebih murah dari Rp 5.000. Adapun saat rush hour, mereka dipersilakan menaikkan harga asalkan tidak lebih mahal dari Rp 10.000.

Baca: Tarif Uber dan GrabCar Bakal Setara Taksi

Kekhawatiran masyarakat atau pengguna yaitu aturan ini membuat tarif angkutan macam GrabCar atau Uber jadi sama saja dan tidak lebih murah dari taksi yang ada sekarang.

Andri mengakui, setelah aturan batas atas dan bawah keluar, tarif Uber dan GrabCar bisa berubah. Namun, dia memang tidak menyatakan bahwa perubahan tersebut menjadi lebih mahal atau tidak.

“Sekarang ini mereka (Uber dan GrabCar) belum bayar pajak, jadi tarifnya bisa murah. Kalau sudah ada PPn 10 persen dan penentuan tarif, pasti harganya berubah,” ujarnya.

3. Pul dan bengkel

Dalam Permen 32 Tahun 2016, perusahaan transportasi berbasis aplikasi diminta agar memiliki pul dan bengkel. Masalahnya, sebagian besar unit transportasi tersebut adalah kendaraan pribadi.

Baca: Agar Legal, Uber dan Grab Harus Segera Penuhi Syarat Ini

Untungnya, pemerintah tidak bersikap kaku soal syarat yang satu ini. Pudji mengatakan, perusahaan penyedia transportasi berbasis aplikasi bisa mengakalinya dengan garasi dan kerja sama.

Pemilik mobil pribadi yang bergabung dengan GrabCar atau Uber diwajibkan memiliki garasi untuk menampung kendaraannya. Selain itu, mitra usaha kedua perusahaan juga bisa bekerja sama dengan bengkel untuk mengurus perawatan dan pengecekan kendaraan mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com