Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Susi Pakai Data untuk Perangi "Illegal Fishing"

Kompas.com - 18/05/2016, 14:07 WIB

MOUNTAIN VIEW, KOMPAS.com - Satu hari sebelum sesi Google I/O 2016 dimulai, beberapa media dari Asia Pasifik diberi kesempatan berbincang dengan petinggi Google. Salah satunya adalah Brian J Sullivan, Program Manager Google Ocean.

Satu informasi menarik dari Sullivan adalah adanya kemungkinan Indonesia menjadi pemimpin dunia terkait pemanfaatan data untuk mengawasi dan mencegah illegal fishing. Kok bisa?

Pada 2014, ujar Brian, Global Fishing Watch (GFW) mendemonstrasikan teknologi mereka di hadapan sebuah forum PBB.

“Beberapa bulan kemudian, Ibu Susi (Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan RI-red) menghubungi kami dan mengatakan bagaimana caranya bisa digunakan di Indonesia?,” tutur Sullivan di kantor pusat Google, Mountain View, California, Selasa (17/5/2016) waktu setempat.

GFW adalah organisasi kerja sama Google, Oceana, dan SkyTruth yang memantau laut dunia. Pada saat itu, demo dari GFW menampilkan data time lapse laut dunia yang menunjukkan kapal-kapal pencari ikan dan aktivitasnya.

Data yang ditampilkan kemudian didemokan juga oleh Sullivan pada kesempatan pra-Google I/O itu. Tampaklah peta dunia dan titik-titik “panas” yang menunjukkan aktivitas kapal pencari ikan.

Ia menunjukkan bahwa peta itu bisa menampilkan batas wilayah ekonomi eksklusif dari suatu negara. Sehingga, sebuah wilayah yang tak boleh dimasuki kapal pencari ikan pun bisa dipantau dengan jelas apakah terjadi pelanggaran atau tidak.

Nah, saat permintaan dari Susi datang, Sullivan rupanya melihat itu sebagai sebuah kesempatan besar. “Jika Anda perhatikan, di peta itu tidak semua wilayah laut terlihat pergerakan kapalnya,” tutur Sullivan.

Memang benar, Indonesia sebagai produsen ikan terbesar kedua di dunia setelah China tutur Sullivan menampilkan area yang relatif sepi dari pergerakan kapal. Apakah itu berarti tak ada yang melaut di Indonesia?

Rupanya, ujar Sullivan, data yang digunakan Google dkk itu adalah kapal yang menyalakan transponder untuk Automatic Identifier System (AIS). Padahal, belum tentu semua kapal menyalakannya.

Lalu, bagaimana cara melacaknya kalau tidak pakai AIS?

Menurut Sullivan, negara-negara di dunia memiliki akses pada sistem bernama Vessel Monitoring System (VMS). Namun Google dan teman-temannya di GFW tak memiliki akses pada data itu.

“Ibu Susi, Anda punya VMS terbesar di dunia. Jika Anda mau berbagi data itu ke kami, dalam bentuk mentah, kami bisa mengembalikannya ke Anda dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti,” tutur Sullivan.

Gayung bersambut, Susi pun mendengarkan. Ia mengunjungi Google untuk tahu lebih lanjut soal hal itu. Pada kunjungannya ke Google, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga ditunjukkan demo tentang pemanfaatan data untuk mencegah illegal fishing.

Susi, ujar Sullivan, rupanya tertarik dan pada November 2015 mengumumkan rencananya untuk membuka data itu demi mendapatkan pengawasan yang lebih baik atas wilayah laut Indonesia.

“Tidak ada negara yang pernah membuka data ini. Jadi Ibu Susi, benar-benar progresif, ia adalah pemimpin dunia dalam hal ini,” tutur Sullivan.

Saat ini rincian mengenai akses pada data itu sedang difinalisasi. Sullivan mengaku sudah bertemu dengan pihak Kementerian, Angkatan Laut RI, dan juga pihak terkait lainnya mengenai hal itu.

Tentu saja masih ada banyak hal yang perlu untuk terbukanya data itu bisa terjadi. Termasuk, ia memperkirakan, dari sisi regulasi dan kebijakan.

Namun, jika benar data itu akan dibuka, Indonesia bisa menjadi pemimpin dunia dalam hal keterbukaan data untuk pengawasan illegal fishing. Sejak Indonesia menyatakan niatnya, Sullivan mengatakan banyak negara lain yang berminat untuk melakukan hal serupa.

Sullivan tak bisa menyembunyikan antusiasmenya soal hal ini. Laut, agaknya, memang menjadi fokus utama Sullivan.

Program Global Fishing Watch memang bukan milik Google sendiri. Namun di Google, program itu adalah bagian dari GEO (Google Earth Outreach) for Good, sebuah inisiatif yang memanfaatkan data geografis, terutama pencitraan satelit, untuk berbagai kebutuhan sosial dan ilmiah.

Di Afrika, misalnya, data dari Google Earth Engine (juga di bawah payung GEO for Good) digunakan untuk melakukan mengendalikan penyebaran penyakit Malaria. Di negara lain, ada inisiatif untuk memantau kekeringan dan sumber air.

Kembali ke Indonesia, akan sangat menarik melihat data-data seperti itu dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan yang lebih luas. Semoga saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com