Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Sebenarnya Raja di Facebook dan Twitter?

Kompas.com - 29/05/2016, 18:15 WIB

Para raja keterlibatan (engagement)

Saluran media sosial yang baru juga sedang menjadi tren, tetapi menakar popularitas tidak selalu mudah.

Di Snapchat, misalnya, informasi jumlah pengikut dan penonton tidak tersedia bagi publik, membuat semakin sulit menentukan bagaimana populernya sebuah akun.Tapi itu adalah jejaring sosial yang paling hip di kalangan anak muda yang akan mendapat hak suara dalam beberapa tahun mendatang. Ini membuat politisi cukup tertarik untuk memecahkannya.

Baca: Baru Digemari di Indonesia, Apa Serunya Snapchat?

Presiden baru Argentina, Mauricio Macri menjadi hampir satu-satunya yang menjadi master Snapchat. Dengan memberikan tur di balik layar terkait keseharian presiden, menunjukan kunjungan ke pabrik, dan kesibukan lain sehari-hari, dia telah memberikan pengguna muda sedikit gambaran tentang kehidupan politik yang mereka tak tahu.

Tetapi, kebanyakan pemimpin dunia tidak memiliki petunjuk bagaimana menggunakan layanan ini sehingga bermanfaat bagi mereka.

"Mereka masih mencoba-coba," kata Luefkens.

Macri dan tim media sosialnya, kata Luefkens, sukses besar di dunia sosial karena mereka tahu bagaimana membangun keterlibatan (engagement) di platform yang berbeda.

Memang, dalam hal keterlibatan, rasio penggemar yang mengomentari, like dan share, Macri juga mendapat peringkat lebih tinggi daripada pemimpin dunia lainnya di Facebook, menurut penelitian.

Di antara hampir 4 juta fans-nya, Macri sering mendapat antara 50.000 dan 70.000 like dalam tiap unggahannya. Sebuah unggahan baru pada kematian komposer tango yang ikonik, Mariano Mores, mendapat lebih dari 500.000 like.

Ikuti saya, atau...terserah!

Facebook menjadi alat yang populer bahkan di antara para autokrat (pemimpin yang berkuasa secara total, bukan dari pemilu atau aturan demokrasi).

TANG CHHIN SOTHY / AFP Perdana Menteri Kamboja Hun Sen sudah berkuasa selama 28 tahun.

Hun Sen, yang secara ketat menguasai negara kecil di Asia Tenggara, Kamboja, selama lebih dari 30 tahun, berada diperingkat kedua dalam daftar level keterlibatan Luefken. Di Facebook, dia menampilkan dirinya berjalan-jalan pantai dengan jubah yang terbuka, dan bermain dengan cucu-cucunya sambil olahraga mengenakan kaos putih ketat.

Tetapi selagi Hun Sen mengatur negara yang bermasalah dengan korupsi dan kemiskinan, dia kehilangan dukungan dari kelas menengah urban, menurut laporan media. Facebook, pemerintahnya berharap, menjadi solusi.

"Ini penting. Sebuah peluang untuk mempersempit jarak antara perdana menteri saya dan rakyatnya," kata juru bicara pemerintah Kamboja, Phay Siphan, tentang laman Facebook Hun Sen.

Sama seperti pemimpin di negara demokrasi, autokrat juga memikirkan citra publik mereka, kata Aim Sinpeng, dosen perbandingan politik di Sydney University yang melihat bagaimana politisi menggunakan media sosial.

"(Hun Sen) membutuhkan lebih banyak legitimasi dari kelas menengah yang muda, yang akrab dengan teknologi, maka Facebook dijadikan sebagai bentuk keterlibatan utama dan mendesain ulang citranya," kata dia.

CHRISTOPHE ARCHAMBAULT / AFP Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong.

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong juga mencoba untuk membangun legitimasi melalui media sosial, kata Sinpeng.

Dengan tingkat dukungan yang lebih lebih rendah dari ayahnya, yang memerintah negara pulau yang kaya itu selama 30 tahun, profil Facebook Lee Hsien Loong menggambarkan pemimpin yang dipersiapkan dengan sempurna. Kadang-kadang ia mengajak penggemar untuk menebak di mana ia berjalan-jalan dengan sebuah foto dan tagar #guesswhere (#tebakdimana).

"Singapura melakukan ini (Facebook) sebagian besar sebagai cara untuk menumbuhkan legitimasi dari waktu ke waktu dan untuk mengumpulkan informasi tentang rakyatnya," kata Sinpeng.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com