KOMPAS.com - "Demam" Steller masih terus bergulir. Media sosial yang baru hadir di Indonesia pada April 2016 tersebut tak ubahnya oase di tengah kemapanan Instagram, Twitter, dan kawanannya.
Prinsip Steller sederhana, yakni "sama rata sama rasa". Saat bercerita, pengguna bukan cuma boleh menggunakan teks, foto, dan video, tetapi "wajib" menggabungkan semuanya secara adil.
Tak ada format konten yang jadi anak emas dan anak tiri. Tak ada yang utama dan yang melengkapi. Teks, foto, dan video berkedudukan sama dan saling membutuhkan satu sama lain untuk membentuk alur kisah yang runut. Sebab, esensi Steller adalah kesatuan dan keutuhan cerita.
Baca: Baru Ramai di Medsos Indonesia, Apa Itu Steller?
Karakter itu tentu berbeda dengan Instagram yang menitikberatkan foto dan menjadikan teks sebagai pelengkap. Sama pula bedanya dengan Twitter yang bertumpu pada teks, sementara visual hanya dijadikan komplementer.
Simpelnya, bermain Steller tak jauh beda dengan main blog, namun dengan antarmuka yang lebih sederhana, berformat mobile, dan desainnya futuristik.
Cocok untuk semua
Pencetus tanda pagar (#)#StellerID, Dita Wistarini, mengindikasikan Steller sebagai media sosial yang cocok untuk semua karakter pengguna media sosial, baik anak Twitter, anak Path, anak blog, anak Instagram, hingga anak YouTube.
"Mau dipakai buat bercerita bisa. Mau dipakai buat showcasing skill sambil bercerita bisa. Buat tutorial juga oke," kata dia, sebagaimana tertera pada akun Steller pribadinya, dan dihimpun KompasTekno.
Baca: Tips Bercerita dari Kurator Steller Indonesia
Mari kita asumsikan bagaimana netizen berekspresi di media sosial sehabis jalan-jalan ke sebuah kota. Anak Instagram mungkin bakal mengunggah beberapa foto sebagai oleh-oleh sehabis melancong ke kota A.
Sementara itu, YouTuber bakal mengunggah beberapa seri vlog (video blog) untuk mengekspresikan cerita perjalanannya di kota A. Lain pula dengan anak Twitter yang akan membuat seri kicauan alias kultwit tentang petualangannya di kota A.
Di Steller, semua yang diceritakan di Instagram, YouTube, dan Twitter, bisa dirangkai menjadi satu cerita lengkap dan panjang lebar hanya dalam satu unggahan yang menggabungkan seluruh konten.
Pedang bermata dua
Untuk itu, pengguna seakan dipaksa berkreasi, berekspresi, dan mengeluarkan kreativitas diri semaksimal mungkin. Seperti pedang bermata dua, hal ini dapat dimaknai sebagai kelebihan sekaligus kekurangan Steller.
Di sisi kelebihan, Steller memenuhi kebutuhan netizen untuk menceritakan apa saja secara mendalam. Namun di sisi lain, beberapa netizen yang memaknai media sosial sekadar untuk hiburan pelepas rutinitas, menganggap Steller sebagai media sosial yang terlalu serius.
Misalnya Yoga Takai yang selama ini aktif di Instagram. Pendiri akun @butuhlibur tersebut gemar melancong ke luar kota maupun ke luar negeri, membidik foto-foto apik, lalu mengunggahnya ke Instagram.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.