Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntutan Pemblokiran Google dan YouTube Dianggap Salah Kaprah

Kompas.com - 08/06/2016, 16:32 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

KOMPAS.com - Wacana pemblokiran Google dan YouTube menuai kecaman dari berbagai pihak. Menurut pakar industri internet Nukman Luthfie, inisiasi itu salah kaprah karena justru akan menutup ruang kreativitas netizen.

"Blokir buat apa? Ini artinya menutup akses informasi," kata Nukman pada KompasTekno, Rabu (8/6/2016), via telepon.

Baca: Mengapa ICMI Minta Pemerintah Blokir Google dan YouTube?

Isu pemblokiran ini mencuat kemarin, Selasa (7/6/2016). Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Sekjen Jafar Hafsah menyatakan pihaknya menuntut pemerintah untuk bertindak tegas pada Google dan YouTube.

ICMI menilai dua layanan over the top (OTT) asing tersebut bertanggung jawab atas penyebaran konten berbau pornografi dan rangsangan seksual.

Bukan tanggung jawab Google

Pernyataan itu ditangkis Nukman. Ia mengatakan konten pornografi akan selalu memanfaatkan media komunikasi dalam berbagai bentuk. Tak cuma lewat mesin pencari atau layanan berbagi video, namun juga media sosial, telepon, hingga SMS.

Nukman menggarisbawahi bahwa Google sejatinya merupakan mesin pencari, bukan pencipta konten. Karenanya, tudingan ICMI ke Google dan YouTube dianggap tak substantif.

"Penyedia konten itu kan situs dan kreator video. Google dan YouTube hanya platform. Kalau ada situs yang tak senonoh, tinggal lapor ke pemerintah. Solusinya bukan pemblokiran," ia menjelaskan.

Tak bisa dipungkiri bahwa konten pornografi banyak berseliweran di Google dan YouTube. Dua layanan satu ibu itu bersifat terbuka, sehingga semua orang bisa membagi konten apa saja, baik positif maupun negatif.

Baca: Google dan YouTube Diminta Diblokir, Ini Tanggapan Ilham Habibie

Dalam hal ini, pengguna diberi kebebasan memilih, apakah ingin menyerap informasi yang edukatif atau yang menjerumuskan. "Kalau nggak suka konten tertentu, tinggal report as spam. Untuk anak juga bisa di-filter," kata Nukman.

Menurut dia, fungsi kontrol itu bukan tanggung jawab Google, melainkan orangtua. Prinsipnya, sekalipun Google dan YouTube ditutup, bukan berarti konten pornografi bakal hilang dari muka bumi.

Peran pemerintah

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menegaskan tak akan serta-merta memblokir Google dan YouTube. Sebab, Indonesia adalah negara demokrasi yang menjamin kebebasan akses informasi.

Soal konten pornografi, ada UU No 44 tahun 2008 yang sudah mengaturnya. Intinya, konten pornografi yang harus diberantas, bukan wadah semacam Google dan YouTube.

Selain itu, Kemenkominfo tengah menggodok Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet atau disebut juga sebagai (RPM) OTT.

Aturan itu diharapkan mampu menaungi operasional Google dan layanan internet asing lainnya yang berjamuran di Indonesia. Naskah kebijakannya masih berupa draft yang belum diketok palu.

Salah satu poinnya mengatur tentang larangan konten berbau SARA. Isu pajak yang juga melanda Google dan OTT asing lainnya pun diatur dalam RPM itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com