Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPPU Akan Selidiki Dua Kasus Terkait Indosat Versus Telkomsel

Kompas.com - 20/06/2016, 11:55 WIB

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat ini sedang mengadakan penelitian terkait kasus perang tarif antarpenyelenggara layanan telekomunikasi seluler yang terjadi akhir-akhir ini. Hal ini diungkap oleh Ketua KPPU Syarkawi Rauf kepada Kompas Tekno, Minggu (19/6/2016), di Jakarta.

Seperti diketahui, Indosat Ooredoo sepekan terakhir gencar mengampanyekan tarif Rp 1 dengan tanda tagar #buktikanRp1. Kampanye ini beredar luas di jejaring media sosial.

Beberapa di antaranya bahkan tanpa segan memamerkan spanduk yang berisi perbandingan tarif layanan Rp 1 dengan penawaran milik Telkomsel. Kampanye tersebut sebenarnya sudah berlangsung di beberapa tempat sejak akhir Desember tahun lalu. (Baca: Bos Indosat Benarkan Spanduk Singgung Telkomsel)

Ada dua hal yang jadi sorotan KPPU terkait kampanye iklan itu. Pertama, soal spanduk sindiran tarif mahal Telkomsel oleh Indosat yang sudah ramai diberitakan media. Dalam iklan tersebut, Indosat Ooredoo yang langsung menyebut produk Telkomsel dan pencantuman tarif Rp 1/detik.

KPPU menilai itu bagian dari benar tidaknya etika periklanan atau itu bagian upaya sengaja untuk merebut pangsa pasar.

Kedua, informasi yang dihembuskan Indosat Ooredoo bahwa Telkomsel memborong produk-produk Indosat Ooredoo agar tetap jadi terdepan. KPPU masih akan meneliti kebenaran informasi itu.

Jika terbukti benar, maka Telkomsel dianggap melanggar seperti yang tertuang di pasal 19b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli.

Isi pasal 19b adalah menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha, maka dapat menimbulkan monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

Berangkat dari dua hal itu, KPPU akan segera memanggil kedua operator dalam waktu sepekan mendatang. Pemanggilan adalah kelanjutan penelitian dan penyidikan.

Terhadap kasus ini, KPPU mendorong pemerintah untuk segera membenahi tarif layanan telekomunikasi seluler yang ada di pasar sekarang. Pasalnya, aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh sejumlah penyelenggara masih terfokus menarik pelanggan operator lain melalui skema perang tarif.

"Kami sudah sering mengadakan pertemuan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), di antaranya membahas kebijakan tarif pungut, termasuk interkoneksi. Juga, pembahasan menyangkut koordinasi rencana pemerintah untuk mendorong konsolidasi di antara penyelenggara telekomunikasi sehingga tercipta tarif yang sehat," ujar Syarkawi.

Terlepas dari kasus tersebut, lanjut Syarkawi, persaingan layanan telekomunikasi di Jawa lebih kompetitif. Kondisi sebaliknya terjadi di luar Jawa. Kondisi di Jawa dinilai menarik dari sisi bisnis operator karena Jawa mempunyai industri lebih maju dan penduduk padat. Adapun, luar Jawa, pembangunan industri baru mulai berkembang.

Saat ini, penguasaan pasar dimiliki oleh Telkomsel, Indosat Ooredoo, dan XL Axiata. Telkomsel, kata dia, bahkan mempunyai sekitar 43 persen pangsa pasar. Sisanya dibagi-bagi antar-operator.

Mengutip Buku Saku Data dan Tren TIK 2014 yang diterbitkan Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemenkominfo, jumlah pelanggan ponsel Indonesia tahun 2013 mencapai 313 juta orang. Rata-rata pertumbuhan pelanggan seluler tercatat 18 persen per tahun.

Secara terpisah, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono berpendapat, modern licensing yang diterima oleh operator sebenarnya berisi kewajiban pembangunan jaringan dan layanan di seluruh Indonesia.

Dengan begitu, rakyat Indonesia dapat terlayani maksimal, baik kualitas maupun keterjangkauannya. Ketidakseimbangan terjadi karena tidak semua operator memenuhi kewajiban sesuai lisensi yang diberikan pemerintah.

Kompetisi diperlukan agar rakyat memperoleh kualitas layanan yang baik dengan harga terjangkau. Namun, selama berkompetisi itu, masing-masing operator harus memenuhi asas dan norma persaingan usaha yang sehat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com