JAKARTA, KOMPAS.com - Aktif di media sosial Steller bukan hal mudah. Pengguna butuh kemampuan naratif dan kreativitas tinggi untuk menyatukan semua konten (teks, gambar/foto, video, audio) menjadi cerita yang menarik dan lengkap.
Setidaknya begitu pengakuan novelis kawakan Dewi Lestari dalam acara #StellerID meet-up, Jumat (23/7/2016) malam di @america, Pacific Place Mall, Jakarta.
Menurut perempuan yang kerap disapa Dee tersebut, kesulitan meramu cerita melalui Steller menjadi tantangan sendiri bagi dirinya. Ia pun mengibaratkan Steller sebagai "buku-bukuan".
"Bermain Steller sebenarnya sangat baik untuk latihan bikin buku," ujarnya.
Pasalnya, Dee mengatakan postingan di Steller sejatinya menggabungkan semua konten dengan sama rata. Pengguna seakan dituntut menggabungkan konten visual dan narasi yang beralur sehingga menjadikannya cerita utuh.
Bukan sekadar foto dan caption
Alur itu sendiri dibangun melaui setup atau background cerita, kemudian masuk ke masalah, lalu solusi dan penutup. Pada bagian penutup, kata Dee, pengguna seyogyanya menyisipkan emosi yang ingin diterima pembaca.
"Kalau cuma foto yang dikasih kata-kata sebagai pelengkap, itu tak lebih dari foto dan caption, bukan story," ia menjelaskan.
Pria yang berdomisili di Malaysia tersebut akhirnya menemukan semangat membuat buku dari Steller. Sejauh ini, ia sudah punya 82 cerita pendek dalam platform tersebut.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.