Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 23/07/2016, 15:23 WIB
|
EditorReska K. Nistanto

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktif di media sosial Steller bukan hal mudah. Pengguna butuh kemampuan naratif dan kreativitas tinggi untuk menyatukan semua konten (teks, gambar/foto, video, audio) menjadi cerita yang menarik dan lengkap.

Setidaknya begitu pengakuan novelis kawakan Dewi Lestari dalam acara #StellerID meet-up, Jumat (23/7/2016) malam di @america, Pacific Place Mall, Jakarta.

Menurut perempuan yang kerap disapa Dee tersebut, kesulitan meramu cerita melalui Steller menjadi tantangan sendiri bagi dirinya. Ia pun mengibaratkan Steller sebagai "buku-bukuan".

"Bermain Steller sebenarnya sangat baik untuk latihan bikin buku," ujarnya.

Pasalnya, Dee mengatakan postingan di Steller sejatinya menggabungkan semua konten dengan sama rata. Pengguna seakan dituntut menggabungkan konten visual dan narasi yang beralur sehingga menjadikannya cerita utuh.

Bukan sekadar foto dan caption

Alur itu sendiri dibangun melaui setup atau background cerita, kemudian masuk ke masalah, lalu solusi dan penutup. Pada bagian penutup, kata Dee, pengguna seyogyanya menyisipkan emosi yang ingin diterima pembaca.

"Kalau cuma foto yang dikasih kata-kata sebagai pelengkap, itu tak lebih dari foto dan caption, bukan story," ia menjelaskan.

Fatimah Kartini Bohang/kompas.com Novelis Dewi Lestari sedang berbicara soal Steller dalam acara #StellerID meet-up, Jumat (22/7/2016) di @america, Jakarta.
Jurnalis senior dan konsultan media Apni Jaya Putra pun berpendapat sama dengan Dee. Selama ini dirinya tak sempat bikin buku karena sibuk dengan pekerjaan sehari-hari.

Pria yang berdomisili di Malaysia tersebut akhirnya menemukan semangat membuat buku dari Steller. Sejauh ini, ia sudah punya 82 cerita pendek dalam platform tersebut.

"Nggak terasa ternyata sudah banyak cerita saya di Steller. Kapan-kapan bisa diterbitkan menjadi buku juga," kata dia di atas panggung @america.

Bahkan, fotografer kawakan Ading Attamimi yang mengaku tak bisa menulis merasa terbantu dengan kehadiran Steller. Amunisi visual yang begitu kental pada dirinya membuat ia lemah dalam bernarasi.

"Waktu saya main Steller, saya jadi lebih terbantu karena terlatih membangun narasi berdasarkan foto," ia menuturkan.

Steller baru diluncurkan pada April 2016 lalu di Indonesia. Sejak saat itu, animo netizen Tanah Air terhadap Steller digadang-gadang paling heboh dibandingkan negara-negara lain.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke