Pada suatu malam di sebuah ruangan yang penuh dengan manusia, semua perhatian tertuju pada sebuah panggung kecil.
Ruang itu tak seberapa besar, dengan dinding batu bata cat putih, pipa-pipa telanjang di langit-langit. Dekorasi minimalis yang mengesankan tempat itu sebagai gudang atau ruang bawah tanah.
Orang-orang berdiri, hampir berdesakan. Meski di luar udara musim gugur terasa cukup dingin, di dalam ruangan terasa gerah karena kepadatan itu. Keringat pun mengalir, memaksa manusia tropis yang satu ini untuk menanggalkan jaket dan kupluk lusuhnya.
Suasana di ruangan itu cukup riuh. Tepuk tangan dan seruan-seruan sesekali terdengar. Manusia-manusia dengan minuman di tangannya, kemudian saling berbincang di sela-sela acara.
Tidak, ini bukan suasana sebuah klub malam atau pertunjukan musik. Meskipun energi yang terpancar dari ruangan itu mungkin sama besarnya dengan sebuah klub malam. Ini adalah gambaran ajang Betapitch Global, sebuah event tahunan yang digelar Betahaus Berlin--coworking space ternama di Jerman.
Suasana malam itu mengingatkan pada periode 1990-an hingga awal 2000-an. Ketika itu, di Jakarta dan sekitarnya, juga beberapa kota-kota di Indonesia, cukup banyak musisi yang merintis karirnya dari acara musik underground.
Anak muda di masa itu pun senang menghadiri acara musik underground. Selain untuk bergaul, mereka juga ingin tahu musik seperti apa yang sedang hangat di kalangan seusianya. Meskipun harus mendatangi acara yang padat, riuh dan berkeringat.
Semangat Dunia
Semangat yang kurang lebih sama bisa dirasakan malam itu di Berlin. Orang-orang hadir untuk melihat, ide bisnis apa yang disampaikan di panggung. Dan acara ini mendatangkan startup dari berbagai belahan dunia, mereka yang telah lolos dalam Betapitch di berbagai lokasi.
Sudut pandang global itu yang membuat saya bisa menikmatinya. Karena ini bukan acara startup Berlin atau Eropa saja, yang naik ke atas panggung datang dari berbagai lokasi, dengan solusi atas masalah yang sangat beragam juga.
Sedangkan seorang dari salah satu kota di dataran China, menampilkan teknologi proyeksi ke bidang tiga dimensi, yang penerapannya bisa mencakup mainan hingga strategi tata-ruang.
Sebelumnya, menuju ke acara puncak Betapitch itu, ada juga serangkaian diskusi panel, fireside chat hingga sesi Ask Me Anything. Menghadirkan pembicara dari berbagai bidang, mulai dari penggiat startup, investor hingga korporasi besar.
Ada juga delegasi khusus dari Korea Selatan, delapan startup dari Negeri Ginseng yang hadir untuk melemparkan ide mereka. Mulai dari augmented reality untuk mainan tanah liat (clay) hingga teknologi suara tiga dimensi.
Sambil menyaksikan pitching delegasi Korea Selatan itu, saya berkhayal: andai anak-anak Indonesia yang dapat kesempatan seperti itu, apa yang bakal mereka tampilkan? Lamunan yang membawa ingatan pada Gerakan 1.000 Startup Digital. Ah, mungkin lamunan itu lebih cocok untuk tulisan berikutnya.