Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerahnya "Timeline" Facebook Pasca-Donald Trump Jadi Presiden

Kompas.com - 10/11/2016, 15:44 WIB
Yoga Hastyadi Widiartanto

Penulis

KOMPAS.com — Setelah pengumuman Donald Trump sebagai pemenang Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden Amerika Serikat (AS) 2016, para pengguna Facebook di AS merasa gerah dengan postingan-postingan teman-teman mereka yang muncul di timeline.

Karena rasa gerah itu, mereka pun menyortir ulang daftar teman, unfriend,atau memutus hubungan pertemanan mereka di Facebook. Sementara itu, yang lain memilih menekan tombol mute notifications.

Tindakan tersebut terjadi bukan tanpa alasan. Seiring kemenangan tokoh publik, para pendukungnya ramai-ramai menyuarakan sukacita hingga obsesinya melalui media sosial. Ini fenomena yang jamak terjadi di mana-mana.

Facebook, dengan total sekitar 1,5 miliar orang pengguna dari seluruh dunia, tentu merupakan salah satu lahan tempat bertebarannya suara-suara tersebut. Bagi pendukung kubu berlawanan atau orang-orang yang mungkin netral, suara itu tak selalu menyenangkan.

"Saya unfriend sekitar 10 orang hari ini karena tidak mau melihat perayaan kemenangan Trump dalam status mereka. Saya juga unfriend dua orang lain, termasuk bibi saya, karena mereka menulis komentar pro-Trump dalam status sedih saya mengenai Hillary," kata Lauren sebagaimana dilansir KompasTekno dari Chicago Tribune, Kamis (10/11/2016).

"Saya unfriend kakak dan adik ipar saya hari ini. Saya sudah tahu mereka pendukung Trump, bukan disebabkan mereka tidak menyenangkan, melainkan karena melihat posts serta likes mereka justru membuat saya makin merasa betapa kami ternyata berbeda," kata Laura Fitch, warga Chicago yang juga pendukung Hillary.

Digital Trends Ilustrasi Facebook Mobile
Lauren dan Laura hanyalah dua dari sekian banyak warga AS, sekaligus pengguna Facebook yang memilih tombol unfriend pasca-kemenangan Trump. Selain mereka, masih ada warga lain yang berkeputusan sama, tetapi dengan alasan berbeda. Intinya ialah karena reaksi yang terlalu heboh dari pendukung Hillary maupun Trump.

"Reaksi kedua kubu sama-sama terlalu berlebihan. Saya tidak akan menyebut tindakan mereka jahat karena rasanya tidak banyak niat buruk di dalamnya. Namun, saya pilih unfriend karena mereka terus-menerus mengunggah berita politik dan tidak bisa bersikap sopan," kata Adam Kmiec, warga Chicago yang menolak menyebutkan calon yang didukungnya.

"Saya malah melihat ada banyak rasa kecewa dan kebahagiaan. Banyak juga ketidakpastian serta rasa kaget," kata Ashvin Lad, warga Chicago lain.

Juru bicara Facebook sendiri mengungkap data mengenai likes, posts, comments, dan shares yang berhubungan dengan Pemilu Presiden AS itu.

Menurut dia, ada 10 miliar like, posts, comments, dan shares yang berkaitan dengan Pemilu Presiden AS 2016. Total tersebut dikumpulkan dari 23 Maret 2015 hingga 1 November 2016.

Pada hari diselenggarakannya pemilu, total ada 115,3 juta pengguna Facebook di seluruh dunia, yang menghasilkan 716,3 juta likes, posts, comments, dan shares. Semuanya adalah berkutat pada topik Pemilu Presiden AS 2016.

Sayangnya, juru bicara itu mengatakan tidak mengetahui seberapa banyak tindakan unfriend yang terjadi sepanjang masa Pemilu Presiden AS.

Facebook dan luapan emosi

Menurut Direktur Klinik di Center for Contextual Exchange, Peg Duros, ada alasan khusus yang membuat orang-orang menggunakan Facebook, dan media sosial lain, untuk menyuarakan sukacita atau duka pasca-pemilihan umum tersebut. Alasan ini terkait dengan sifat dasar manusia.

"Ketika merasa tidak berdaya, sangat manusiawi bila kita ingin melakukan atau mengatakan sesuatu yang bisa membantu kita kembali kuat. Bagi beberapa orang, terutama saat emosi tinggi, tindakan tersebut merupakan upaya meluapkan emosi," kata Peg.

KARIM RASLAN Materi kampanye Donald Trump.
Dia juga menggarisbawahi bahwa di antara alasan yang dia sebutkan di atas, ada juga orang yang bicara atau bertindak anya karena merasa kata-katanya penting dan yakin bisa membuat orang lain tertarik.

Pendapat senada juga diungkap oleh penasihat klinis profesional, Crystal Clair. Menurut dia, Facebook malah bisa dianggap setara dengan alun-alun kota, yaitu ruang publik tempat warga berkumpul dan berinteraksi.

"Demi merasa didengar, dipahami, dan dihargai, kita membagikan pendapat (di media sosial).  Karena itu, menghargai sudut pandang orang lain merupakan pelajaran yang harus selalu diprioritaskan," ujarnya.

Baca: Bersama Bayi Max, Zuckerberg Komentari Trump Jadi Presiden AS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com