Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Masalah yang Bakal Dihadapi Apple Setelah Trump Jadi Presiden AS

Kompas.com - 11/11/2016, 06:57 WIB
Oik Yusuf

Penulis

KOMPAS.com - Kemenangan Donald Trump dalam Pemilu Presiden AS hari Selasa lalu mengejutkan berbagai pihak, tak terkecuali industri teknologi di Silicon Valley yang memandang pengusaha sekaligus bintang reality show itu dengan sebelah mata.

Apple selaku salah satu pemain terbesar di industri teknologi AS seringkali disinggung langsung oleh Trump saat kampanye, dari wacana memindahkan produksi iPhone ke dalam negeri hingga imbauan agar Apple melonggarkan sekuriti produknya.

Naiknya Trump ke kursi kepresidenan pun diprediksi bakal membawa sejumlah pengaruh buat Apple, si pabrikan gadget dengan nilai kapitalisasi pasar tertinggi di dunia.

Apa saja? Berikut ini tiga di antaranya, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Business Insider, Jumat (11/11/2016).

1. Repatriasi pajak

Sudah menjadi rahasia umum bahwa korporasi besar AS -termasuk dari industri teknologi- gemar menyimpan duit di luar negeri demi menghindari pajak korporasi sebesar 35 persen.

Di luar sektor finansial, dana sebesar 1,2 triliun dollar AS milik perusahaan-perusahaan asal Amerika diperkirakan terparkir di negara-negara lain. Dari angka tersebut, Apple adalah pemilik dana terbesar, mencapai 200 miliar dollar AS dalam bentuk uang kas dan surat berharga.

Trump pernah mengungkapkan rencananya mengurangi persentase pajak korporasi yang sebesar 35 persen demi mengalirkan dana repatriasi ke dalam negeri AS

"Kita akan mengembalikannya. Dana hanya akan dipajaki sebesar 10 persen, bukan 35 persen. Siapa yang mau memulangkan dana kalau dikenai pajak 35 persen? Tak ada, karena memang tak ada yang melakukannya," kata Trump saat berpidato di forum ekonomi New York, September lalu.

Kalau benar terwujud, maka kebijakan Trump terkait pengurangan pajak korporasi itu bakal berdampak posifit buat Apple, juga raksasa-raksasa teknologi lain, seperti Microsoft dan Google yang turut memarkir dana di luar negeri.

Kebijakan serupa yang diterapkan mantan presiden AS George W. Bush pada 2004 dengan mengurangi sementara besaran pajak menjadi 5,25 persen berhasil memulangkan dana sebesar 312 miliar dollar AS.

2. Pindah pabrik iPhone

ZDNet Ilustrasi
Apple bekerja sama dengan pemanufaktur Foxconn di China untuk memproduksi aneka gadget dan komputer buatannya. Hal ini membuat Trump meradang karena kegiatan produksi di luar negeri dipandang tak menguntungkan rakyat Amerika.

"Saya akan membuat Apple membikin komputer dan iPhone mereka di tanah kita, bukan di China", ujar Trump menyerukan janjinya bulan Maret lalu. "Saya akan mengembalikan lapangan kerja."

Sayang, janji Trump yang satu ini agaknya sulit terwujud karena terganjal sejumlah persoalan serius. Pertama, produksi di AS bakal menimbulkan masalah logistik terkait distribusi komponen. Sebanyak 90 persen hardware iPhone seperti chip, baterai, dan modul kamera, misalnya, dibuat di luar AS.

Ongkos produksi pun lebih mahal di AS dan bisa menambah harga eceran iPhone sebesar 50 dollar AS sehingga ponsel tersebut kurang kompetitif di pasaran. Belum lagi soal tenaga kerja China yang lebih terampil daripada pekerja AS dalam hal manufaktur.

Namun Trump mungkin punya "senjata pamungkas" untuk memaksa Apple. Dia pernah mengungkapkan rencana untuk mengenakan tarif tinggi untuk barang impor dari China.

"Saya akan kenakan pajak (untuk produk China)... Pajaknya harus sebesar 45 persen," ujar Trump dalam sebuah wawancara mengenai restrukturisasi perdagangan dengan China, awal tahun ini.

3. Melonggarkan sekuriti

VOA Direktur FBI, James Comey memberikan keterangan pers di New York, Rabu (16/12).
Februari lalu, Apple sempat berseteru dengan biro penyelidikan federal AS, FBI, lantaran perusahaan berlambang buah apel tergigit itu menolak membuka kunci iPhone yang dimilki teroris dengan alasan melindungi privasi.

Donald Trump ikut nimbrung dalam debat yang memanas hingga melibatkan para pelaku lain di industri teknologi ini. Dia mengajak konsumen Amerika agar memboikot Apple sampai mau membuka kunci enkripsi iPhone dimaksud.

"Saya pakai iPhone dan Samsung," kicau Trump dalam sebuah tweet. "Kalau Apple tak mau memberikan info ke otoritas mengenai teroris, saya hanya akan memakai Samsung," serunya. Perlu ditambahkan bahwa Trump pernah dibayar untuk berbicara dalam acara-acara korporat Samsung.

Masalah mengenai iPhone teroris telah selesai saat pengadilan membatalkan perintah agar Apple membobol iPhone. FBI kemudian meminta bantuan pihak ketiga dan akhirnya berhasil membuka kunci iPhone yang bersangkutan.

Kendati demikian, isu sekuriti perangkat yang menyulitkan penegak hukum ini rawan muncul kembali ke permukaan apabila terjadi kasus serupa di massa depan. Entah apa yang akan dilakukan Trump saat itu terjadi.

Meski berfungsi sebagai lembaga non-partisan, kenetralan FBI belakangan dipertanyakan saat biro federal tersebut menyelidiki kasus penggunaan server e-mail privat oleh rival Trump dalam pemilu, Hillary Clinton.

Administrasi Presiden Obama bahkan menuding Direkur FBI, James Comey, telah ikut serta mendukung Trump. Duet kedua orang ini boleh jadi akan memunculkan debat enkripsi jilid kedua yang akan kembali menyeret Apple.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com