Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wicak Hidayat

Penulis teknologi yang saat ini terjun bebas ke dunia startup digital. Ia aktif di Code Margonda bersama komunitas lainnya di Depok. Juga berperan sebagai Tukang Jamu di sebuah usaha rintisan bernama Lab Kinetic.

kolom

Tolong Buka Pintunya, Saya Mau Masuk

Kompas.com - 30/11/2016, 12:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorReska K. Nistanto

Dengan kecepatan yang di luar kebiasaan, sambil terengah-engah, saya berhasil menyelinap  masuk. Tapi sialnya, kereta cukup penuh dan saya tidak memperhitungkan ukuran tas punggung yang besar.

Jadilah tas punggung itu terjepit di pintu yang menutup. Orang-orang di sekitar kami --beberapa pria berbadan besar berkulit gelap-- segera membantu memaksa pintu itu terbuka kembali. Kereta pun terhambat beberapa menit. Sementara saya hanya bisa berdiri dengan wajah panik dan tentunya rasa malu yang super.

Pelajaran yang bisa diambil

Lalu, ibaratnya di mana? Apakah jangan-jangan saya cuma ingin pamer pernah naik kereta api bawah tanah di sebuah kota yang sering hujan dan berkabut itu?

Pelajaran itu ada di sini: jika peluang adalah pintu yang terbuka dan segera menutup kembali, pastikan Anda siap untuk mengambil kesempatan.

Jika tergesa-gesa mengambil peluang, selalu ingat bahwa ada risiko Anda “terjepit”. Untungnya, dalam kasus saya, yang terjepit hanya barang bawaan. Bagaimana kalau anggota badan?

Artinya, peluang yang rentan dengan waktu (alias cepat tertutup kembali itu) juga tetap harus diambil dengan perhitungan yang baik. Orang Jawa bilang: ojo grusa-grusu.

Soal kereta itu, saya rasa perjalanan merintis usaha memang tak bisa diibaratkan perjalanan dengan satu moda saja. Kadang kita berjalan kaki, kadang mengemudi. Dan kadang, kita naik kereta.

Saat naik kereta kita mungkin sadar, perjalanan merintis yang panjang dan sepi itu sebenarnya dilakukan oleh banyak orang. Tapi, seperti di kota-kota besar, saat turun dari kereta api kita sesungguhnya berjalan di dalam keramaian namun terjebak dalam keterasingan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com