Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/01/2017, 11:08 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sudah bukan rahasia lagi bahwa berita palsu alias hoax merajalela di ranah digital Tanah Air. Jalurnya bisa berupa situs online, media sosial, hingga chatting di aplikasi pesan instan.

Kenapa orang Indonesia getol menyebarkan hoax? Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho mengutarakan bahwa sebabnya mungkin berkaitan dengan penggunaan teknologi yang tidak dibarengi dengan budaya kritis melihat persoalan.

"Kita itu termasuk lima besar pengguna smartphone dunia, tapi tingkat literasinya kedua terbawah setelah Botswana di Afrika," ujar Septiaji ketika berbicara dalam deklarasi Masyarakat Anti Hoax di Jakarta, Minggu (8/1/2017).

Septiaji mengacu pada hasil riset World's Most Literate Nation yang dipublikasikan pertengahan tahun lalu. Dari 61 negara yang dilibatkan dalam studi tersebut, Indonesia memang menempati urutan ke-60 soal minat baca masyarakatnya.

Baca: Jumlah Pengguna Facebook di Indonesia Terus Bertambah

Walhasil, menurut Septiaji, masyarakat pengguna internet di Indonesia cenderung suka menyebarkan informasi ke orang lain tanpa lebih dulu memeriksa kebenarannya.

"Banyak orang merasa hebat kalau jadi yang pertama menyebarkan informasi, entah benar atau tidak," keluhnya.

Senada dengan Septiaji, akademisi dan intelektual Muslim Komarudin Hidayat menyayangkan sikap sebagian orang yang menurut dia lebih senang ngerumpi ketimbang membaca.

"Orang ingin jadi yang pertama (menyebar informasi), mencari sensasi, berlomba-lomba menikmati kesenangan dalam kebohongan," kata Komarudin.

Padahal, lanjut dia, hoax adalah hal berbahaya yang akibatnya bisa sangat merugikan bagi pihak yang menjadi korban, mulai dari kehilangan reputasi, materi, bahkan juga bisa mengancam nyawa. Komarudin menyamakan bahaya hoax yang adiktif dengan narkoba.

Dia mengatakan bahwa penyebaran hoax saat ini jauh lebih masif lantaran didorong oleh media sosial. Di internet, penyebar hoax merasa "aman" karena tidak berhadapan langsung dengan pihak lain yang dijadikan sasaran hoax.

Untuk mencegah akibat buruk yang ditimbulkan hoax, Komarudin mengimbau masyarakat akan bersikap lebih kritis dalam menjumpai informasi yang dijumpai di internet, entah lewat situs online, medsos, ataupun pesan chatting.

"Periksa kebenarannya terlebih dahulu," ujar Komarudin. "Kalau tidak jelas, stop. Kalau jahat, jangan ikut-ikutan."

Baca: Dua Situs Penyebar Hoax di Indonesia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com