Baca: Kenapa Orang Indonesia Doyan Sebar "Hoax" di Medsos?
Akibatnya, banyak orang terpancing meneruskan berita berjudul provokatif yang sengaja dirancang oleh situs hoax, meski isinya belum tentu benar.
Blokir bukan solusi
Dewan Pers mencatat, jumlah situs yang mengklaim diri sebagai portal berita di Indonesia mencapai kisaran 43.000. Dari jumlah tersebut, jumlah yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi hanya berada di kisaran 200-an. Artinya ada puluhan ribu situs yang belum jelas statusnya dan berpotensi menyebarkan hoax.
Baca: Cegah "Hoax", Situs Berita "Online" Akan Ditandai "Barcode"
Kementerian Komunikasi dan Informatika selama ini aktif melakukan pemantauan dan pemblokiran akses ke situs-situs bermuatan negatif, termasuk situs berita hoax. Namun, Rudiantara menegaskan bahwa pemblokiran bukanlah solusi karena situs hoax baru bisa bermunculan setiap saat.
Menurut dia, ketimbang memblokir situs hoax, cara yang lebih efektif adalah dengan mengedukasi masyarakat soal cara mengenali dan menjauhi konten berita palsu. Edukasi akan memutus mata rantai hoax dengan mencegah penerima menyebarluaskan lebih lanjut.
"Pemblokiran itu adalah upaya menyembuhkan orang sakit. Alih-alih fokusnya blokir, lebih baik kita naik ke hulu, menjaga orang agar tetap sehat," kata Rudiantara.
Karena itu, Rudiantara menyambut baik rencana Dewan Pers menyematkan tanda pengenal berupa logo dan QR Code untuk media cetak dan online yang sudah terverifikasi sebagai institusi pers resmi, mulai 9 Februari mendatang.
Ada juga upaya mandiri seperti komunitas Masyarakat Indonesia Anti Hoax yang melancarkan upaya memerangi hoax melalui edukasi, baik secara online maupun offline dengan melakukan pendekatan ke masyarakat.
"Inilah yang harus didorong. Pendekatannya sosialisasi, literasi, dan lain-lain. Dalam membuat kebijakan, justru unsur peran masyarakatnya yang sangat besar," lanjut Rudiantara.
Edukasi anti-hoax ke masyarakat diharapkan juga mampu membendung penyebaran hoax lewat media lain seperti pesan berantai di layanan chatting. Medium semacam ini tidak bisa dicampuri oleh pemerintah karena bersifat privat, bukan publik seperti media sosial dan situs internet.
Baca: Begini Rencana Jerman Berantas Hoax di Media Sosial, Indonesia?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.