Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ikan Tongkol dan "Hoax" Disleksia: Meramu Kebohongan demi Simpati

Kompas.com - 01/02/2017, 11:32 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

Pencerahan

Baru setelah salah satu wartawan dari media nasional yang cukup terpercaya berhasil menemui AR dan melakukan wawancara, terungkap bahwa broadcast ini mengandung banyak unsur kebohongan sehingga masyarakat harus disadarkan untuk tidak mudah terpengaruh dan menyebarkan broadcast Hoax ini. (Baca: Ini Sosok AR, Anak SD yang Salah Sebut Ikan Tongkol di Hadapan Jokowi)

Menurut pengamatan Vaksincom, pembuat berita hoax ini udah cukup berpengalaman dalam membuat berita bohong dan piawai meramu data yang valid dan membungkus rapi dengan data bohong yang sulit di-crosscheck supaya penerimanya merasa bersalah sehingga tujuan pembuat hoax ini tercapai, yaitu berita hoax tersebar dengan cepat.

Adapun unsur-unsur kebohongan yang terkandung dalam hoax tersebut di atas adalah :
•    Penyandang difabel Dyslexia; tidak ada bukti dan fakta yang menunjukkan AR adalah penyandang disleksia.

•    Anak yatim piatu; AR memang tinggal bersama Eyang dan pamannya tetapi orang tuanya masih hidup. Pembuat hoax jelas tidak peduli mengatakan orang tua AR sudah meninggal, demi hoax-nya tersebar banyak rekayasa sosial yang bersedia dilakukan pembuat hoax. Namun agak kontradiktif mengingat ia mencoba berbuat kebaikan dengan melakukan kejahatan/fitnah.

•    Setiap hari menulis surat kepada ibunya; tidak ada fakta yang mendukung hal ini karena orang tua AR masih hidup dan dikatakan AR menulis surat kepada ibunya yang sudah meninggal.

•    Suratnya tak kunjung dibalas; hal ini diutarakan untuk menarik simpati dan rasa kasihan penerima hoax dan menambah rasa bersalah karena sudah menyebarkan video AR. Tujuannya adalah karena rasa bersalah ini membuat penerima hoax menyebarkan Hoax ini.

Dari pengalaman ini, Vaksincom menyarankan kepada para pengguna media sosial untuk tidak mudah mempercayai suatu pesan.

Lakukan crosscheck dari sumber terpercaya terlebih dahulu sebelum melakukan posting di Wall Facebook Anda, mem-broadcast ke messenger atau tweet ke Twitter Anda.

Selain Anda berpotensi melanggar Undang Undang ITE jika menyebarkan hoax dan bisa terancam hukuman pidana, hoax yang banyak menyebar sering berisi ujaran kebencian dan menyebabkan perpecahan dalam masyarakat.

Jadi, kalau ragu-ragu, sebaiknya jangan di-broadcast atau ditanyakan ke pihak yang mengerti tentang hoax seperti turnbackhoax.id atau bergabung dengan group diskusi Hoax Vaksincom di tautan berikut ini.

=============

Penulis: Alfons Tanujaya, adalah mantan bankir yang merintis karir di dunia IT sejak tahun 1998, tahun 2000 mendirikan PT. Vaksincom dan aktif mendedikasikan waktu untuk memberikan informasi dan edukasi tentang malware dan sekuriti bagi komunitas IT Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

HOAKS ATAU FAKTA?

Jika Anda mengetahui ada berita viral yang hoaks atau fakta, silakan klik tombol laporkan hoaks di bawah ini

closeLaporkan Hoaks checkCek Fakta Lain
Berkat konsistensinya, Kompas.com menjadi salah satu dari 49 Lembaga di seluruh dunia yang mendapatkan sertifikasi dari jaringan internasional penguji fakta (IFCN - International Fact-Checking Network). Jika pembaca menemukan Kompas.com melanggar Kode Prinsip IFCN, pembaca dapat menginformasikannya kepada IFCN melalui tombol di bawah ini.
Laporkan
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com