Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wicak Hidayat

Penulis teknologi yang saat ini terjun bebas ke dunia startup digital. Ia aktif di Code Margonda bersama komunitas lainnya di Depok. Juga berperan sebagai Tukang Jamu di sebuah usaha rintisan bernama Lab Kinetic.

kolom

"Startup" yang Cari Duit dengan Cara Jahat

Kompas.com - 31/05/2017, 10:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorReska K. Nistanto


Cara lain adalah mulai menawarkan fitur berbayar. Harapannya, sebagian pengguna akan tertarik pada fitur tambahan ini dan mau membayar. Sedangkan kebanyakan pengguna yang masih memanfaatkan layanan gratisan? Anggap saja sebagai biaya promosi.
 
Jangan menjadi jahat
 
Tulisan ini bukan mau membahas model bisnis yang paling joss buat startup. Itu adalah pembahasan yang butuh keahlian, jauh di atas kemampuan penulis yang baru nyemplung sejenak di dunia startup digital dan belum terbukti bisa melakukan bisnis yang baik.
 
Satu hal yang perlu jadi kekhawatiran adalah soal data pribadi. Lagi-lagi, lihatlah Facebook dan Google, yang boleh dibilang memanfaatkan data penggunanya untuk mendapatkan uang. Tentunya (saya sungguh berharap) mereka melakukan itu dengan cara yang etis dan baik.
 
Tapi tetap saja, istilahnya: there is no free lunch atau "tidak ada makan siang gratis". Semua layanan yang dinikmati dari kedua raksasa internet itu, dan banyak penyedia layanan lainnya, bisa kita nikmati karena mereka mencari uang dari data yang dihasilkan oleh penggunanya.
 
Nah, di sini ada garis yang perlu diperhatikan dengan baik. Sesungguhnya kita perlu sadar bahwa ada data pribadi yang sifatnya patut dilindungi. Data pribadi itu seharusnya tidak menjadi bahan jualan mentah-mentah. Artinya, misalnya, startup harusnya tidak boleh menjual data pengguna dalam bentuk nama, alamat, dan nomor telepon ke pihak lain.
 
Tapi di Indonesia, di luar batasan startup ya, aksi jual beli data pibadi tampaknya sudah marak dan lazim. Apa buktinya? Lihat saja betapa seringnya seorang tak dikenal menawarkan kartu kredit atau asuransi lewat telepon. Dan perhatikan bahwa, biasanya, orang itu akan menyapa langsung dengan nama Anda.
 
Soal data pribadi ini, harusnya kita sebagai pengguna semakin sadar dan berhati-hati. Setidaknya, harus memperhitungkan apakah sebuah layanan gratis layak “dibeli” dengan menyerahkan data-data kita.
 
Di sisi lain, para pelaku usaha rintisan digital juga sebaiknya memperlakukan data penggunanya dengan baik. Jangan sampai, model bisnis yang berharap pada pertumbuhan pengguna sebanyak-banyaknya kemudian menjelma upaya menjual data pengguna untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya.
 
Gratis ataupun berbayar, sudah seharusnya startup juga menjamin perlindungan data pribadi penggunanya. Menjamin bahwa data itu disimpan dengan baik. Bertanggung jawab atas apa yang terjadi dengan data itu, bukannya malah lepas tangan saat data penggunanya bocor ke mana-mana.

Baca: Cara Stop WhatsApp Serahkan Data Anda ke Facebook

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com