Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Era Digital, Kenapa Anak Muda Kembali ke Kamera Analog?

Kompas.com - 03/08/2017, 11:23 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bermula dari keisengan membuka album foto lawas keluarganya sekitar lima tahun lalu, Fahmy Siddiq (24) tertarik mendalami kamera analog hingga sekarang. Menurut dia, ada sensasi berbeda ketika melihat hasil foto yang dicuci dan disusun rapi dalam sebuah album fisik.

Feel-nya lebih klasik dan benar-benar terasa efek nostalgianya,” kata Fahmy pada KompasTekno beberapa saat lalu.

Kamera analog pertama Fahmy adalah Olympus XA2 dari tahun 1980 milik orang tuanya. Lama-kelamaan Fahmy mulai mengulik kamera analog jenis lomo dengan membeli Diana F+.


Tak melulu tentang hasil, Fahmy mengatakan kamera analog adalah soal menikmati dan menghargai proses. Mulai dari mengisi roll film ke kamera, menjepret, hingga menunggu hasil cuci fotonya.

“Itu priceless sih,” ujarnya.

Hal tersebut diamini Azmi Mudhoffar (25) yang baru setahun terakhir mempelajari kamera analog. Fotografer freelance ini merasa lebih menghargai karyanya ketika belajar kamera analog.

“Jadinya juga lebih berhati-hati dan mikir kalau mau bertindak dengan kamera analog,” ia menuturkan.

Pasalnya, di kamera digital, Anda bisa menjepret banyak foto untuk kemudian melihat hasilnya pada layar yang tersedia. Jika tak suka, Anda bisa langsung menghapusnya.

Konsep itu tak berlaku di kamera analog. Bagus atau tidaknya hasil jepretan baru bisa diketahui ketika melewati proses cuci foto.


Menurut Fahmy, saat-saat menanti hasil cuci foto juga memberikan kenikmatan sendiri. Ada daya kejut yang dirasakan ketika melihat hasil foto sesuai atau tak sesuai ekspektasi awal.

“Pas lihat hasil cucinya, bisa sesuai ekspektasi, melebihi ekspektasi, atau nggak sesuai. Jadinya seru,” ia menjelaskan.

“Kadang juga ada efek throwback-nya. Suka lupa pernah foto seperti itu dan baru ingat lagi pas lihat hasil cuci roll-nya,” ia menambahkan.

Jika Fahmy dan Azmi masih sekadar menjadi penghobi kamera analog, Renaldy Fernando sudah membawa hobinya ke ranah bisnis dengan membuka blog dan toko perkakas kamera analog bertajuk “jellyplayground”.

Renaldy mulai main kamera analog sekitar akhir 2008. Ia mengaku kala itu tak punya duit membeli kamera digital, sehingga memilih kamera analog yang terhitung lebih murah.

“(Pada zaman itu) ada kamera analog yang saya beli seharga Rp 15.000,” kata Renaldy.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com