Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkenalan dengan Kamera Film yang Kembali Digandrungi di Indonesia

Kompas.com - 05/08/2017, 10:46 WIB
Oik Yusuf

Penulis

KOMPAS.com - Semenjak kemunculan kamera digital di penghujung abad ke-21, popularitas kamera film lambat laun makin menurun. Para pabrikan kamera menghentikan produksi kamera film. Sementara pembuatan roll film pun banyak disetop.

Namun kamera film tak lantas mati. Segelintir orang masih tetap setia menjepret dengan medium analog ini. Belakangan, kamera film malah kembali naik daun dan kembali digunakan, khususnya oleh anak-anak muda.

Sebuah survei yang dilakukan pada 2015 oleh Ilford Photo, salah satu pabrikan kamera film asal Inggris, menunjukkan bahwa 60 persen pengguna kamera film baru mulai memakai medium tersebut dalam waktu lima tahun terakhir. Sebanyak 30 persen dari mereka berumur di bawah 35 tahun.

Hasil-hasil jepretan kamera film pun bermunculan di layanan photo sharing populer Instagram, termasuk di Indonesia yang antara lain mengemuka lewat tagar 35mmindo. Tagar 35mm juga banyak digunakan oleh fotografer film untuk menunjukkan karyanya di Instagram. (Baca: Era Digital, Kenapa Anak Muda Kembali ke Kamera Analog?)

Sebenarnya apa itu kamera film? Apa pula perbedaannya dengan kamera digital yang mendominasi saat ini?

Sensor dan film

Istilah "analog" sebenarnya kurang tepat untuk menggambarkan kamera film, karena kamera digital sekalipun sebenarnya menangkap gambar dengan proses analog, yakni mengubah spektrum cahaya menjadi sinyal listrik (analog) yang kemudian dikonversi menjadi data digital lewat converter.

Untuk mudahnya, perbedaan utama antara kamera film dan digital terletak pada medium penangkap gambar. Alih-alih sensor seperti kamera digital, kamera film menggunakan lembaran emulsi film yang sensitif terhadap cahaya.

Kamera digital (kiri) memakai sensor sebagai medium penangkap gambar. Sensor adalah bagian persegi yang tampak berwarna-warni di tengah lubang mounting lensa kamera. Sementara kamera film memakai lembaran emulsi film yang biasanya tersimpan dalam rol berupa kemasan silinder. Inilah perbedaan yang paling mendasar di antara keduanya.Adorama, Ryan Sahb Kamera digital (kiri) memakai sensor sebagai medium penangkap gambar. Sensor adalah bagian persegi yang tampak berwarna-warni di tengah lubang mounting lensa kamera. Sementara kamera film memakai lembaran emulsi film yang biasanya tersimpan dalam rol berupa kemasan silinder. Inilah perbedaan yang paling mendasar di antara keduanya.

Emulsi film berbasis perak halida ini akan mengalami reaksi kimia begitu diekspos ke cahaya. Reaksi tersebut menghasilkan gambar laten yang belum terlihat di lembaran film. Gambar itulah yang kemudian dimunculkan lewat proses pencucian (development) dengan serangkaian cairan kimia.

Selama ratusan tahun, sejarah fotografi melulu mengandalkan reaksi kimia untuk menangkap gambar. Penemu asal Perancis, Joseph Nicephore Niepce, menciptakan plat logam berlapis Bitumen yang sensitif terhadap cahaya untuk menangkap foto pertama di dunia pada 1827.

Replika camera obscura.Photo-museum.org Replika camera obscura.
Kameranya hanya alat sederhana berupa camera obscura, yakni kotak kayu tertutup yang di salah satu sisinya ada lubang berlensa yang memproyeksikan gambar pemandangan di depan lensa ke sisi dalam bagian belakang kamera. Sebelum eksperimen Niepce, camera obscura hanya digunakan sebagai alat bantu gambar untuk pelukis.

Lempengan lalu berganti menjadi rol film dan kertas foto. Sementara, kamera turut berevolusi, semakin lama menjadi semakin ringkas dan ringan sehingga lebih mudah untuk dibawa-bawa.

Meskipun alatnya sudah banyak berubah menjadi beragam ukuran dan bentuk, selama ratusan tahun, prinsip perekaman gambar kamera film tetap sama, yakni menangkap gambar permanen dengan bantuan bahan kimia yang bereaksi terhadap cahaya.

Peralihan ke digital

Cara perekaman gambar oleh kamera baru benar-benar berubah setelah kemunculan sensor gambar digital. Berbeda dari medium film yang seolah mencetak gambar di lembaran bahan kimia dengan cahaya, sensor menyimpan gambar dalam bentuk data digital dari sinyal analog yang sebelumnya sudah dikonversi.

Gambar digital terdiri dari ribuan hingga jutaan titik picture element (pixel) kecil yang bisa dilihat dengan melakukan zoom in hingga titik tertentu.

Gambar yang ditangkap sensor kamera digital terdiri dari jutaan piksel. Tiap piksel adalah persegi kecil yang menyusun keseluruhan gambar. Piksel bisa diamati secara individual apabila sebuah gambar digital di-zoom in secara ekstrim seperti pada gambar kanan yang tampak kotak-kotak (pixellated) karena terlalu diperbesar sehingga memperlihatkan susunan piksel secara jelas. Gambar di sisi kiri adalah foto digital keseluruhan dari gambar di sisi kanan. Kotak merah menandai area inset untuk gambar kanan.Oik Yusuf/ KOMPAS.com Gambar yang ditangkap sensor kamera digital terdiri dari jutaan piksel. Tiap piksel adalah persegi kecil yang menyusun keseluruhan gambar. Piksel bisa diamati secara individual apabila sebuah gambar digital di-zoom in secara ekstrim seperti pada gambar kanan yang tampak kotak-kotak (pixellated) karena terlalu diperbesar sehingga memperlihatkan susunan piksel secara jelas. Gambar di sisi kiri adalah foto digital keseluruhan dari gambar di sisi kanan. Kotak merah menandai area inset untuk gambar kanan.
Jumlah piksel penyusun inilah yang dipakai untuk menentukan resolusi sebuah gambar digital. Semakin besar angkanya, semakin banyak piksel yang menyusun gambar, semakin tajam dan detil tampilannya. Satuan resolusi digital yang paling umum dipakai sekarang adalah mega (jutaan) piksel.

Kamera digital pertama diciptakan oleh engineer Kodak bernama Steve Sasson pada 1975, namun kamera digital baru mulai memasyarakat dan menggeser kamera film pada awal abad ke-21.

Gambar yang terpatri di film tidak terdiri dari jutaan piksel seperti sensor digital, melainkan partikel-partikel bahan kimia. Pabrikan film mengukur ketajaman dengan tingkat spatial resolution alias kemampuan menangkap detil-detil kecil dalam gambar. Spatial resolution biasanya dinyatakan dalam satuan garis per milimeter (lines/mm).

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com