Tompi, sang fotografer film
Rasa penasaran terhadap kamera berbuah menjadi profesi baru. Tompi, sang dokter ahli bedah plastik dan penyanyi kondang, kini sekaligus merangkap sebagai fotografer profesional.
Sebuah studio foto bertengger di lantai dua klinik Tompi di Jalan Pakubuwono, Jakarta Selatan. Di sini ia menerima order pemotretan fashion dan portrait.
Selain itu, Tompi juga kerap menerima order foto pre-wedding. Ruang tunggu kliniknya dihiasi serangkaian frame foto hasil jepretan sang dokter.
Kadung jatuh cinta dengan kekhasan film sebagai medium penangkap gambar, Tompi senantiasa menenteng kamera analog kala memotret.
Jenisnya pun beraneka rupa. Tompi, misalnya, mengaku memiliki beragam tipe kamera berdasarkan format film yang digunakan, mulai dari kamera fim 135 (35 mm) standar, hingga kelas medium format dan large format.
Kamera-kamera dalam koleksinya dipakai bergantian untuk mengerjakan proyek, tergantung budget yang diminta. Kamera medium format dan large format memberikan hasil terbaik dalam hal kualitas teknis dan dimensi yang dihasilkan.
Kamera digital tetap dipakai, tapi porsinya tak sebanyak kamera film. “Pokoknya, untuk semua pekerjaan yang serius, saya pakai film,” tegas Tompi.
Ketimbang sensor digital, Tompi merasa lebih nyaman dengan kamera film. Dia mencontohkan proses pengambilan gambar, di mana pengguna kamera digital cenderung menjepret sangat banyak frame sehingga kerepotan memilih mana yang paling bagus untuk diberikan ke klien.
Sebaliknya, pengguna kamera film lebih kritis dan berhati-hati karena jumlah frame film sangat terbatas (36 frame untuk satu rol film 135, 12 frame untuk rol film 120). Sebuah scene dievaluasi dulu sampai benar-benar sesuai keinginan, barulah menekan tombol shutter.
Walhasil, berkebalikan dengan kamera digital proses seleksi foto saat memakai kamera analog justru dilakukan di awal pemotretan, bukan setelahnya sehinga dinilai menghemat waktu oleh Tompi.
“Kalau pakai kamera analog itu, saya mikir dulu baru motret, jadi tidak buang-buang rol film. Kalau perlu 5 sampai 10 gambar, mungkin cuma dua rol yang saya pakai,” katanya.
Baca: Tips Memotret dengan Kamera Film
Soup ’n Film
Kesulitan yang dialami kala berupaya mencari film fan fasilitas developing dulu menginspirasi Tompi untuk mendirikan Soup’n Film, sebuah toko yang mengkhususkan diri dalam segala hal tentang fotografi film.
Dia memulai usaha itu dua tahun lalu bersama tiga orang kawan. Mulanya hanya berupa situs online dan melayani kenalan sesama penggemar kamera film.
Perlahan-lahan peminatnya makin banyak sehingga tahun ini Soup n Film membuka toko di Senayan Trade Center. Sebuah darkroom untuk sentra pengolahan film didirikan di daerah Pasar Baru.
Order makin lama makin banyak sehingga Soup ’n Film kewalahan. Tompi dan kawan-kawan pun menambah tenaga kerja. Belakangan, mereka membuat rencana untuk melakukan ekspansi dengan membuka cabang di Bali.
Pulau Dewata dipilih karena kerap menjadi destinasi bagi fotografer mancanegara. Para fotografer Indonesia yang berdomisili di Bali pun banyak yang berkutat dengan film.
Buat Tompi, keberadaan Soup ’n Film adalah ekstensi dari passion terhadap fotografi film. Ia mengaku motivasinya mengembangkan bisnis ini bukanlah mencari untung, tapi menyebarkan “virus” fotografi film dengan mempermudah akses terhadap film, fasilitas pencucian, dan penyediaan hal-hal lain yang masih terkait.
“Tujuannya supaya lebih banyak orang yang pakai film, biar temannya makin banyak,” tandasnya seraya tersenyum lebar.
Baca: Menghitung Biaya Sebelum Memulai Hobi Kamera Analog
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.