Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Pemuda Pejuang Digital Indonesia

Kompas.com - 28/10/2017, 18:30 WIB
Rizky Chandra Septania

Penulis

2. Achmad Zaky, CEO dan Founder Bukalapak


Achmad Zaky lahir di Sragen 31 tahun lalu. Sejak kecil, pria yang akrab disapa Zaky ini memang akrab dengan teknologi.

Pada tahun 1997, pamannya kerap memberikan asupan buku pemrograman. Belum lagi saat mengenyam pendidikan di SMA. Ia pernah mewakili SMA 1 Solo dalam Olimpiade Sains bidang komputer dan menang hingga tingkat Nasional.

Meski orangtuanya menginginkan Zaky menjadi PNS, takdir berkata lain. Zaky tetap menyelami ketertarikannya di bidang teknologi. Pada tahun 2004, ia memutuskan untuk menjadi mahasiswa Teknik Informatika ITB. Selama menjadi mahasiswa, ia memiliki segudang prestasi.

Ternyata, Zaky tidak cukup puas dengan statusnya. Ia mulai berpikir untuk mendapatkan hal yang lebih bernilai. Ia mulai berpikir untuk berbisnis.

Beragam bisnis dilakoni. Mulai dari warung mie hingga software house. Pada akhirnya, di tahun 2010, ia berjuang di dunia digital dengan mendirikan Bukalapak untuk membantu para pengusaha UMKM memasarkan dagangan mereka. Menurut penuturan Zaky, pelaku UMKM sering mengeluh karena dagangannya kurang laku.

Keberadaan Bukalapak disambut baik dengan pelaku usaha. Pada tahun 2011, pengguna Bukalapak sudah mencapai 10.000. Para pedagang pun mensyukuri keberadaan Bukalapak karena dagangan mereka bisa laku dan menjangkau pasar lebih besar.

Saat ini, Bukalapak juga telah menjadi salah satu marketplace terbesar di Indonesia sekaligus deretan startup unicorn di Indonesia.

3. Nadiem Makarim, CEO Gojek

CEO GO-JEK Nadiem Makarim seusai konferensi pers kemudahan akses perbankan kepada mitra Go-Jek, di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017).Kompas.com/Kurnia Sari Aziza CEO GO-JEK Nadiem Makarim seusai konferensi pers kemudahan akses perbankan kepada mitra Go-Jek, di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017).

Meski lahir di Singapura, jiwa nasionalisme Nadiem Makarim tak perlu diragukan. Setelah mengambil jurusan master bisnis di Universitas Harvard, Inggris, Nadiem kembali ke Indonesia untuk mewujudkan mimpinya sebagai pebisnis.

Namun di kondisi Indonesia saat itu memang memprihatinkan. Terlebih transportasi. Kemacetan menjadi momok tersendiri bagi mereka yang tinggal di Ibu Kota. Itulah sebabnya, Nadiem lebih memilih ojek sebagai sarana transportasi harian.

Melalui kebiasaannya, ia mengamati perilaku tukang ojek. Profesi ini masih termarginalkan saat itu. Mereka mendapatkan penghasilan harian dengan nominal yang sedikit. Nadiem pun memikirkan jalan keluar untuk memecahkan permasalahan tersebut.

Dari itulah ia mendapat ide untuk mengawinkan jasa ojek dan teknologi. Itulah awal mula kelahiran Go-Jek.

Pada awalnya Go-Jek sempat mengalami penolakan. Namun berkat kesabaran dan perjuangan Nadiem melobi tukang ojek, Go-Jek diterima dan tersebar di seluruh Indonesia.

Sama seperti Tokopedia dan Bukalapak, Go-Jek juga masuk ke jajaran startup unicorn dengan nilai valuasi lebih dari 1 miliar dollar AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com