Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi RPM Jasa Telekomunikasi Temui Titik Tengah, Segera Disahkan

Kompas.com - 20/12/2017, 14:50 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Jasa Telekomunikasi (Jastel) sempat menuai pro dan kontra. Aturan tersebut sejatinya bertujuan menyederhanakan lisensi bagi Penyelenggara Jastel dengan mencabut 16 Peraturan Menteri (PM) existing, sehingga 12 jenis perizinan yang prosesnya memakan waktu dan ongkos, bisa dijadikan satu perizinan saja.

Kendati demikian, ada pasal-pasal di dalam RPM tersebut yang dinilai merugikan beberapa pihak. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) lantas mengadakan diskusi dan akhirnya ditemui titik tengah.

“Sekarang semua pihak sudah sepakat dengan RPM. Ada beberapa yang diubah,” kata Dirjen PPI Kominfo, Ahmad M. Ramli, dalam konferensi pers di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (20/12/2017).

“Ada pasal-pasal yang seolah-olah membuat operator telekomunikasi tidak terdorong membangun di daerah. Ada juga pasal-pasal yang sifatnya dinilai memberi peluang kepada pemain asing dan merugikan operator lokal. Itu semua sudah disesuaikan agar mendorong pertumbuhan industri nasional,” ia menjelaskan.

Penolakan pertama datang dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) yang menentang Pasal 13 ayat 3, dan Pasal 31 ayat 3 dalam RPM tersebut.

Dalam pasal 13 ayat 3 disebutkan, Penyelenggara Jastel harus melakukan keterhubungan dengan simpul jasa (node) milik Penyelenggara Jastel yang menyelenggarakan Layanan Gerbang Akses Internet di Kota/Kabupaten terdekat dengan lokasi perangkat Telekomunikasi dimaksud.

Sementara itu, dalam Pasal 31 ayat 3 disebutkan, Penyelenggara Jastel yang menyelenggarakan Internet Service Provider (ISP) dilarang menyelenggarakan layanan akses di luar cakupan wilayah layanannya.

Kedua pasal dianggap menyusahkan Penyelenggara Jastel dalam hal cakupan layanan. Kominfo sepakat menghapus dua pasal tersebut sehingga APJII merestui pengesahan RPM Jastel.

Kedua, penolakan juga datang dari Federasi Serikat Pekerja (FSP) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Strategis, yang didalamnya mencakup dua operator pelat merah, Telkom dan Telkomsel.

Ada beberapa pasal yang dinilai blunder, antara lain Pasal 10 (c) dan Pasal 11 ayat 4 (a). Pada pasal 10 (c) disebutkan, Penyelenggara Jastel berhak mendapatkan perlakuan yang sama dalam penetapan tarif sewa jaringan yang ditetapkan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi terhadap Penyelenggara Jastel lain.

Contoh kasusnya dalam penetapan biaya sewa jaringan di luar daerah. Jika Telkomsel menggunakan jaringan Telkom dengan bayaran lebih murah, maka operator lain berhak diberikan harga yang sama. Hal ini yang dikatakan tak mendorong operator lain membangun jaringan di daerah.

Sementara itu dalam Pasal 11 ayat 4 (a) disebutkan, Penyelenggara Jastel yang juga Penyelenggara Jaringan harus membuat pernyataan tertulis terkait penggunaan Jaringan Telekomunikasi miliknya sendiri yang paling sedikit memuat informasi terkait biaya dan kapasitas sewa Jaringan Telekomunikasi.

Pasal tersebut dianggap melewati zona privasi bisnis Penyelenggara Jastel yang juga merupakan Penyelenggara Jaringan. Pasal-pasa tersebut pun telah didiskusikan dan disesuaikan sedemikian rupa sehingga tak memberatkan semua pihak.

Ramli mengatakan kesepakatan bersama terkait RPM Jastel ini diharapkan bisa menyehatkan industri dalam hal efisiensi dan peningkatan layanan ke masyarakat. Meski demikian, ia belum mengatakan kapan RPM tersebut disahkan.

“Sekarang tinggal mengurus hal-hal terkait prosedur. Kalau bisa sebelum Januari kenapa tidak? Tapi nanti kita lihatlah,” ia memungkasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com