Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Pemerintah Baru Sekarang Hapus Aplikasi LGBT?

Kompas.com - 29/01/2018, 17:24 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dinilai lambat menangani peredaran konten pornografi pada jejaring sosial yang berkenaan dengan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Salah satu contohnya pada aplikasi Blued yang sudah menjadi isu sejak 2016 lalu.

Kominfo pun sejatinya telah tiga kali melakukan pemblokiran domain name server (DNS) Blued. Kendati demikian, Blued terus-menerus berpindah DNS sehingga masih bisa diakses di Google Play Store maupun Apple App Store.

Ketika ditanya dalam konferensi pers, Senin (29/1/2018), Plt Kepala Biro Humas Kominfo, Noor Iza berdalih level penanganan konten negatif di situs berbeda dengan aplikasi mobile. Situs yang teridentifikasi bermuatan negatif bisa langsung dikoordinasikan dengan penyedia internet (ISP) untuk segera dilakukan pemblokiran.

"Kalau aplikasi mobile harus berkoordinasi dengan pengelola aplikasinya seperti Google Play Store. Mereka punya aturan sendiri, dan kami mencari celah untuk masuk ke aturan itu," kata Noor Iza.

"Setelah kami identifikasi, kami cari bukti dulu. Alhamdulillah kami dapat screenshot konten negatifnya dan kami berkonsultasi ke Google sehingga sekarang sudah di-take down," ia menambahkan.

Pantauan KompasTekno, aplikasi Blued memang sudah bersih dari Google Play Store. Namun, pengguna iOS masih bisa mengaksesnya lewat Apple App Store.

Belum ada aturan tegas

Salah satu kendala pemerintah untuk menindak cepat aplikasi mobile bermuatan negatif adalah belum adanya aturan yang tegas dan mengikat terkait pengoperasian layanan over-the-top (OTT) semacam Blued dkk. Sejauh ini basis aturan penyelenggaraan OTT masih berbentuk Rencana Peraturan Menteri (RPM) yang ditetapkan pada Mei 2016 lalu.

RPM itu cikal-bakalnya adalah Surat Edaran (SE) Menkominfo Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet. RPM tersebut bakal lebih kuat dan mengikat jika statusnya ditingkatkan menjadi Peraturan Menteri (Permen), sehingga ada sanksi bagi yang melanggar.

"Permen OTT masih terus digarap. Waktu penetapannya bisa (ditanya) ke Pak Menteri langsung," kata Noor Iza.

Poin yang terus-terusan didiskusikan, kata Noor Iza, terkait bentuk usaha para OTT asing yang beroperasi di Indonesia. Ia mengatakan jenisnya bisa berbeda-beda dan menyangkut pajak pemasukan ke negara.

"Nanti bentuk usahanya seperti apa perlu dikonsultasikan ke Kementerian Keuangan," ia menuturkan.

Hal ini mengindikasikan pemerintah belum punya "pegangan" atau otoritas yang kuat untuk menginterupsi pengelola aplikasi mobile semacam Google dan Apple terkait layanan-layanan di dalamnya.

"Kami sifatnya menekan Google agar bisa lebih responsif," ujarnya singkat.

Pemerintah mengaku telah meminta 73 aplikasi berkenaan dengan LGBT untuk diberantas dari Google Play Store. Hingga kini, sudah 14 aplikasi yang telah di-take down dari toko aplikasi Android di Indonesia, tiga di antaranya adalah Blued.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com