Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data Facebook Bocor, Bagaimana Nasib Data Pengguna Grab?

Kompas.com - 23/03/2018, 12:49 WIB
Oik Yusuf,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pekan ini, dunia teknologi diguncang skandal kebocoran data 50 juta pengguna Facebook melalui Cambridge Analytica. Data tersebut diam-diam diambil lalu digunakan untuk kepentingan politik, tanpa sepengetahuan sang empunya maupun Facebook.

Media sosial pun bukan satu-satunya layanan online yang mengumpulkan data pengguna. Layanan on-demand berbasis aplikasi macam Grab juga melakukannya karena data menjadi bagian yang sangat penting dalam operasional sehari-hari, entah berupa nama, nomor telepon, lokasi, dan lain-lain.

Baca juga: Cambridge Analytica Disebut Curi Data 50 Juta Pengguna Facebook

Pada awal 2016 lalu, kebocoran data pelanggan sempat menimpa salah satu penyedia layanan on-demand berbasis aplikasi di Indonesia. Akibatnya, berbagai informasi pelanggan bisa diakses oleh hacker, termasuk rute yang dilalui sehari-hari.

Mengenai kekhawatiran tersebut, Head of Data Grab, Ainun Najib menjamin bahwa data pengguna yang dikumpulkan Grab akan diamankan semaksimal mungkin, sehingga tak bisa diakses atau disalahgunakan oleh pihak lain.

“Saya pribadi ikut menangani. Grab akan melindungi data dan privasi pelanggan. Itu prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar,” ujar Ainun ketika berbincang dengan wartawan di kantor Grab, bilangan Kuningan, Jakarta, Kamis (22/3/2018).

Menurut Ainun, Grab memiliki tim information security khusus. Tugas mereka adalah mengamankan data pelanggan dari kebocoran maupun pencurian.

Selain itu, mulai pertengahan 2017, Grab juga menggelar program “bug bounty” ala perusahaan-perusahaan teknologi silicon valley.

Lewat kerja sama dengan komunitas HackerOne yang jasanya antara lain turut dipakai oleh Google dan Microsoft, Grab memberi iming-iming hadiah uang untuk hacker yang bisa menemukan celah kamanan di sistem Grab.

Jumlah reward yang dijanjikan antara 100 dollar AS (Rp 1,3 juta) hingga 10.000 dollar AS (Rp 137 juta), tergantung tingkat keparahan celah keamanan yang ditemukan.

Baca juga: Grab Bagikan Uang Hingga Rp 133 Juta untuk Peretas

Dengan demikian, Grab bisa ikut mendapat input untuk meingkatkan sekuriti dari para hacker eksternal, selain lewat pengawasan tim keamanan perusahaan.

Perlindungan data pribadi, Indonesia belum punya

Grab beroperasi lintas negara di kawasan Asia Tenggara. Selain Indonesia, layanan yang berbasis di Singapura ini juga bisa ditemukan di Malaysia, Thailand, Filipina, Myanmar, Vietnam, dan Kamboja.

Ainun mengatakan, Grab selalu berupaya mematuhi hukum perlindungan data pribadi di negara-negara yang telah memiliki undang-undang terkait hal tersebut, di samping aturan lokal lainnya yang berlaku.

“Soal ini yang menjadi golden standard adalah hukum perlindungan data pribadi di Singapura. Kami juga sepenuhnya mematuhi peraturan yang berlaku di negara tempat Grab beroperasi,” ujarnya.

Head of Data Grab, Ainun Najib (kiri), dan Warehouse Engineer Grab, Andreas Hadimulyono, di kantor Grab di Jakarta, Kamis (22/3/2018).KOMPAS.com/ OIK YUSUF Head of Data Grab, Ainun Najib (kiri), dan Warehouse Engineer Grab, Andreas Hadimulyono, di kantor Grab di Jakarta, Kamis (22/3/2018).

Bagaimana dengan Tanah Air? Hingga saat ini Indonesia belum memiliki hukum perlindungan data pribadi. Pemerintah melalu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus memperjuangkan agar Rancangan Undang-undang Perlindungna Data Pribadi (RUU PDP) segera disahkan oleh DPR.

Kendati demikian, aturan yang krusial di era digital tersebut belum juga masuk sebagai prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2018, lantaran banyak RUU lain yang masih menumpuk di DPR dan belum tuntas dibahas. Jumlahnya mencapai puluhan dan bersifat lintas sektoral.

Baca juga: 3 Faktor yang Bikin UU Perlindungan Data Pribadi Belum Disahkan

“Karena masih banyak RUU yang belum selesai, makanya tahun ini dibatasi hanya 5 (RUU baru untuk masuk Prolegnas). Tapi kan kami lakukan pendekatan terus dengan DPR, kami maunya masuk karena urgensinya tinggi,” ujar Menteri Kominfo, Rudiantara beberapa waktu lalu.

Meski sebenarnya sudah mulai diwacanakan masuk Prolegnas, setidaknya sejak 2015, RUU PDP belakangan mendapat momentum baru seiring dengan meningkatnya kesadara publik, terkait persoalan keamanan data registrasi kartu SIM prabayar.

Kasus Cambridge Analytica dan Facebook lebih jauh menegaskan urgensi undang-undang untuk melindungi data pribadi dan diharapkan bisa menjadi justifikasi tambahan untuk mempercepat proses UU PDP.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com