Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Lempar Bola" Pengesahan UU Perlindungan Data Pribadi

Kompas.com - 12/04/2018, 12:17 WIB
Fatimah Kartini Bohang,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyalahgunaan data dalam proses registrasi kartu SIM prabayar menjadi hantaman bagi semua pihak. Sistem verifikasi pemerintah dikritisi, kredibilitas operator telekomunikasi pun dipertanyakan.

Belum tuntas satu kasus, muncul insiden baru yang tak kalah heboh. Sebanyak 1 juta data pengguna Facebook Indonesia dicuri dan kemungkinan besar disalahgunakan oleh firma analis Cambridge Analytica (CA).

Komisi I DPR RI beberapa kali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas dua kasus ini. Dalam setiap kesempatan, semua pihak sepakat bahwa Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) sudah sangat mendesak.

UU PDP ini menjadi payung hukum yang tegas dan mengikat. Tujuannya, oknum-oknum yang membahayakan keamanan data pribadi masyarakat, sebagaimana pada kasus registrasi kartu SIM prabayar dan pencurian data Facebook, bisa dijerat.

Ironisnya, hingga kini belum ada tanda-tanda Rancangan UU (RUU) PDP itu bakal dibahas bersama di Senayan. Pemerintah dan parlemen seakan saling “lempar bola”, semoga saja tak saling “lepas tangan”.

Kominfo berdalih RUU PDP tak masuk Prolegnas

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara mengatakan, sudah sejak 2016 menyiapkan RUU PDP. Karena waktu itu belum jadi prioritas, Rudiantara bergegas mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik.

Menkominfo Rudiantara membantah isu soal penyalahgunaan data penduduk usa diskusi UU Perlindungan Data Pribadi di Jakarta, Selasa (13/3/2018).KOMPAS.com/Fatimah Kartini Bohang Menkominfo Rudiantara membantah isu soal penyalahgunaan data penduduk usa diskusi UU Perlindungan Data Pribadi di Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Permen No. 20 itu dinilai kurang mantap untuk menghadapi kasus-kasus yang belakangan terjadi. Pasalnya, konsekuensinya cuma sanksi administrasi yang terbilang ringan.

“RUU PDP dari 2016 sudah kami siapkan. Lalu 2017 Kominfo mengirim surat ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemhumkan),” kata dia, Rabu (11/4/2018) di Gedung Kominfo Medan Merdeka, Jakarta.

Kemenhumkan memiliki suara dominan untuk menetapkan RUU apa saja yang akan dibahas bersama dengan DPR dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

“Untuk 2018, ada kesepakatan antara DPR dan pemerintah bahwa RUU baru yang dibahas hanya 5, di mana 2 di antaranya dari pemerintah. Dari 2 ini tidak termasuk RUU PDP,” Rudiantara menjelaskan.

DPR nilai Kominfo yang lelet

Wakil Ketua Fraksi Golkar DPR RI, Meutya Hafid, mengatakan Prolegnas sejatinya bisa direvisi jika disepakati bersama. Syaratnya, pemerintah memasukkan draft-nya ke parlemen.

“Bisa langsung kami bahas karena teman-teman Komisi I sudah setuju bahwa RUU PDP itu penting,” ia menuturkan.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Satya Widya Yudha, lebih blak-blakan mengemukakan kritik terhadap pemerintah yang dinilai lelet. Jika terus begini, ia sesumbar pihaknya bakal mengambil alih RUU PDP sebagai inisiatif DPR.

Baca juga: DPR Inisiatif Bakal Sahkan UU Perlindungan Data Pribadi

“Saya yakin kalau ini jadi inisiatif DPR, prosesnya akan lebih cepat. Sebab kalau di DPR faktor tidak cepat itu kan karena kesepakatan fraksi. Kalau ini (UU PDP) hampir semua fraksi menganggap penting,” ia mengungkapkan.

Tersangkut di Kemendagri?

Menurut Ketua Cyber Law Center Fakultas Hukum Universitas Padjajaran sekaligus tim penyusu RUU PDP, Shinta Dewi, draft yang diminta Komisi I DPR itu masih dibahas antar-kementerian. Belum ada harmonisasi yang dicapai antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kominfo).

“Ada beberapa yang belum selesai dengan Kemendagri, mengenai definisi data pribadi dan keinginan mereka untuk dikecualikan dari UU ini, karena sudah punya UU Administrasi Kependudukan (Adminduk),” kata Shinta.

Baca juga: UU Perlindungan Data Pribadi Belum Juga Disahkan, Ini Penghalangnya

Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, mengiyakan bahwa pihaknya belum seiya-sekata dengan RUU PDP. Kendati begitu, ia menegaskan pengesahan RUU PDP sangat penting.

“Kan sekarang UU Adminduk sudah berjalan, kalau bisa diadopsi ke UU PDP saya kira akan selesai problem-nya. Kan sekarang belum terakomodir yang sudah berjalan di UU Adminduk ini,” ia berdalih.

Zudan tak bisa memastikan berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan untuk harmonisasi tersebut. Yang jelas, ia sesumbar Kemendagri dan Kominfo terus-terusan mengadakan rapat demi tercapainya harmonisasi tersebut.

“Kami ngikut Kominfo aja. Kan kami semua satu bagian, sama-sama pemerintah. Kalau sudah tidak ada pertentangan, (ya) jalan. Kalau UU Adminduk diakomodir, jalan,” kata dia.

Indonesia menjadi salah satu negara yang terlambat membahas UU PDP. Saat ini ada 110 negara di dunia yang sudah memiliki UU PDP sendiri, tanpa dicantolkan dengan regulasi lain.

Baca juga: Indonesia Kalah dari Afrika soal Kesadaran Perlindungan Data Pribadi

Sebanyak 90 negara yang sudah punya UU PDP adalah negara berkembang. Bahkan 10 negara Afrika yang infrastruktur digitalnya belum sebaik Indonesia sudah punya UU PDP.

Untuk sesama rumpun Asia Tenggara sendiri, seperti Filipina, Malaysia, dan Singapura, mereka sudah mengesahkan UU PDP. Sementara Brunei, Thailand, dan Vietnam tengah membahas UU PDP di parlemen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com