Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WhatsApp Jadi Alat Pengaruhi Pemilu India

Kompas.com - 16/05/2018, 20:07 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seperti di Indonesia, WhatsApp juga masif digunakan di India. Layanan pesan instan ini pun tak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi peer-to-peer saja. Saking banyaknya pengguna, WhatsApp menjadi panggung politik baru di India, yang memiliki peran cukup penting dalam memengaruhi pemilu negara bagian.

WhatsApp yang lebih banyak digunakan di negara berkembang, disebut memiliki peran penting dalam kampanye digital, ketimbang aplikasi serupa lainnya. Salah satu contohnya adalah kontestasi Pemilu negara bagian Karnataka, India 12 Mei lalu.

Intensitas kampanye orasi yang biasa turun ke jalan, kini pindah mimbar ke grup WhatsApp. Meskipun diikuti beberapa partai, namun ada dua partai besar di Karnataka, yakni partai Bharatiya Janata (BJP) yang berorientasi ke Hindu dan Indian National Congress (Congress) yang lebih condong sebagai partai sekuler.

Salah satu kader muda BJP, Pranav Bhat (18) mengaku memanfaatkan WhatsApp untuk berhubungan dengan 60 pemilih. Kepada mereka, mahasiswa ini menggeber pesan WhatsApp berisi kritikan dari pemerintah yang dikuasai partai BJP.

Pesan lain juga melontarkan kecaman keras bagi umat Hindu yang dibunuh muslim. Bhat juga mengirim pesan guyonan yang terkesan mencela para pemimpin partai Congress.

Secara garis besar, WhatsApp milik Bhat dibanjiri informasi seputar pemilu India yang berisikan video yang mendukung BJP dan berita hoaks, seperti polling yang memprediksi kemenangan partai BJP.

Tangkapan layar pesan WhatsApp yang menampilkan hasil poling partai BJPNew York times Tangkapan layar pesan WhatsApp yang menampilkan hasil poling partai BJP

Mengapa WhatsApp menjadi favorit?

"Kami bergulat di Twitter. Pertempuran ada di Facebook. Perang ada di WhatsApp," ujar salah satu ahli strategi partai Aam Aadmi yang merupakan partai dengan kursi minoritas di Karnataka.

Baca juga: WhatsApp Dikabarkan Segera Rilis Fitur ?Pembungkam? Anggota Grup

Menurutnya, WhatsApp menjadi alat kampanye digital favorit karena pengawasannya yang minim, dibanding "induk" dan "saudaranya", Facebook serta Instagram.

Kedua platform itu mendapat pengwasan ketat setelah ketahuan digunakan agen Rusia untuk memanipulasi pemilih AS dalam Pilpres AS 2016 lalu. WhatsApp tidak menjadi fokus perhatian, karena lebih banyak diadopsi di negera berkembang seperti India, Indonesia, atau Brasil, ketimbang Amerika Serikat.

WhatsApp juga terkesan lebih intim dan personal, tidak seperti Instagram dan Facebook yang bersifat publik. Beberapa fitur WhatsApp juga mendukung potensi menyebarkan informasi salah dan bisa disalahgunakan.

Fitur yang dimaksud adalah kontak anonim yang hanya bisa mengidentifikasi nomor ponsel, grup WhatsApp yang bisa menampung 256 anggota dan bisa dengan mudah menambah anggota baru dengan hanya mengetahui nomor ponselnya saja.

Beberapa orang memiliki kecenderungan bergabung dengan banyak grup di WhatsApp, sehingga tak menutup kemungkinan mereka mendapat pesan yang sama berulang kali. Hal itulah yang diharapkan bisa mempengaruhi pandangan pemilih dalam konteks pemilu.

Rentetan pesan berantai pun sulit ditelusuri siapa pengirim pertamanya. Pesan terenkripsi membuat pesan hoaks berantai "terlalu aman" untuk terus beredar. Sebab, aparat penegak hukum tak bisa melihat isi pesan tanpa melihat langsung ke layar ponsel.

WhatsApp berbahaya untuk menyebar informasi palsu

Menjelang pemilu Karnataka yang bergulir 12 Mei 2018, partai BJP dan Congress mengklaim telah menyiapkan masing-masing sekitar 5.000 grup WhatsApp. Grup-grup tersebut dijadikan senjata pelontar pesan hoaks berupa video, audio atau artikel palsu yang dirancang untuk menimbulkan keresahan antar dua umat mayoritas.

Baca juga: Tak Hanya Indonesia, India Juga Kewalahan Perangi Hoax di WhatsApp

Dari data India Population tahun 2011, penduduk Hindu di Karnataka mencapai 84 persen, sementara penduduk terbesar kedua adalah muslim dengan persentase 13 persen.

"WhatsApp bekerja layaknya reaktor nuklir," kata jubir partai Congress, Randeep Singh Surjewala.

Tak jauh berbeda, menurut pendiri situs fact-check Boom dan IndiaSpend, Govindraj Ethiraj, WhatsApp menjadi alat berbahaya karena menyebarkan informasi palsu. Boom bekerja sama dengan Facebook selama pemilu Karnataka untuk membantu menyaring beredarnya berita palsu yang merebak di Instagram dan Facebook.

CEO Facebook, Mark Zuckerberg berjanji untuk mengekang penyalahgunaan Facebook dan Instagram yang berpotensi mempengaruhi para pemilih, namun Zuckerberg tak menyebut anak perusahaannya, WhatsApp untuk melakukan hal yang sama.

Beberapa pekan lalu, WhatsApp mendeteksi adanya seseorang di Karnataka yang berupaya membuat lusinan grup WhatsApp dengan cepat menggunakan otomatisasi.

Setelah beberapa pengguna WhatsApp mengaku mendapat pesan spam dari grup tersebut, WhatsApp kemudian memblokir semua grup itu tanpa menyebut dalang di balik produksi grup WhatsApp.

"Kami memberikan keleluasaan bagi orang-orang untuk mengontrol grup dan terus-menerus mengembangkan alat kami untuk memblokir konten otomatis," ujar perwakilan WhatsApp.

Seberapa efektif?

Tak dipungkiri, sulit menakar pengaruh bombardir pesan WhatsApp yang beredar selama pemilu di Kartanaka, terhadap hasil akhir pemilu.

Menurut peneliti senior, Neelanjan Sircar yang meneliti perilaku pemilih untuk Centre for Policy Research di New Delhi, India, pesan yang membanjiri WhatsApp kemungkinan tidak mengubah pandangan politik pemilih.

WhatsApp hanya akan mendorong emosi Pemilu dan meningkatkan jumah pemilih di daerah-daerah yang didominasi kasta tertentu. Selain itu, ia menyebut jika WhatsApp hanya akan berperan untuk memicu kerusuhan antar kelompok.

Baca juga: Pesan Perpisahan Zuckerberg untuk Pendiri WhatsApp

Dihimpun KompasTekno dari New York Times, Rabu (16/6/2018), pemerintah Karnataka mengklaim jika jumlah pemilih tahun 2018 mencapai 72 persen, tertinggi sejak 1952.

Bertolak belakang dengan Sricar, menurut Bhat, WhatsApp sangat efektif untuknya. Setelah penutupan polling Sabtu lalu, ia sesumbar jika pesan yang disebarkannya kepada 60 pemilih, berhasil membujuk 47 di antaranya untuk "mencoblos" BJP.

Ia pun mengaku, 13 pemilih bukanlah pendukung BJP sebelumnya. "Saya berhasil meyakinkan mereka untuk memilih BJP," aku Bhat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com