KOMPAS.com - Menjelang akhir tahun lalu, Presiden AS Donald Trump memberlakukan larangan perjalanan (travel ban) untuk tujuh negara, lima di antaranya merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim.
Para pegawai raksasa internet Google agaknya tidak suka dengan kebijakan tersebut. Mereka pun mendiskusikan cara untuk mengakalinya lewat modifikasi search engine Google.
Rencana para pegawai Google itu diketahui lewat bocoran serangkaian e-mail internal perusahaan yang belakangan mengemuka.
Cara modifikasi mesin pencari yang didiskusikan di dalamnya adalah dengan mengubah algoritma search agar tak menyaring hasil yang bersifat “Islamophobic dan bias, dari kata kunci seperti ‘Islam’, ‘Muslim’, ‘Iran’, dan sebagainya”
Kata kunci lain yang turut dinilai bisa bermuatan prasangka dan bias termasuk “Mexico”, “Hispanic”, “Latino”, dan lain-lain yang berkaitan.
Meski demikian, saat menanggapi bocoran e-mail terkait, pihak Google mengatakan ide-ide yang didiskusikan di dalamnya tidak pernah benar-benar diimplementasikan di mesin pencarinya.
“Rangkaian e-mail itu hanya merupakan brainstorm ide. Tak ada yang diterapkan,” ujar seorang juru bicara Google, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Cnet, Minggu (23/9/2018).
Lebih lanjut, sang juru bicara menjelaskan Google tak pernah memanipulasi search engine atau memodifikasi produk apapun untuk mempromosikan pandangan politik tertentu.
“Itu tidak dilakukan di musim kampanye sekarang, ataupun saat pemilu 2016, ataupun setelah Presiden Trump memberikan perintah eksekutif soal imigrasi,” imbuhnya.
Trump tak percaya
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.