Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendiri WhatsApp Mengaku Jual Data Pengguna ke Facebook

Kompas.com - 29/09/2018, 19:05 WIB
Oik Yusuf,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

Sumber Forbes

KOMPAS.com — Facebook mengakuisisi WhatsApp dengan nilai fantastis sebesar 22 miliar dollar AS (Rp 327 triliun) pada 2014. Tiga tahun setelahnya, pada September 2017, salah satu pendiri WhatsApp, Brian Acton, menyatakan mundur.

Acton kemudian malah berbalik melawan Facebook dengan mengunggah kicauan disertai tagar #deletefacebook saat skandal pencurian data pengguna Facebook mencuat pada Maret tahun ini.

Belakangan, dalam sebuan wawancara dengan Forbes, dia menerangkan alasannya hengkang, yakni perselisihan pendapat dengan manajemen atas Facebook soal monetisasi WhatsApp.

“Saya menjual privasi para pengguna untuk keuntungan yang lebih besar,” ujar Acton. “Saya membuat sebuah keputusan dan kompromi. Saya akan mengingat itu sepanjang hidup.”

Acton mengaku akhirnya memutuskan hengkang dari Facebook lantaran berselisih paham dengan manajemen perusahaan induk WhatsApp tersebut soal strategi monetisasi yang bakal diterapkan.

Baca juga: Cerita di Balik Mundurnya Para Pendiri WhatsApp dari Facebook

Facebook ngotot ingin menyebarkan iklan targeted ads ke pengguna WhatApp, bertentangan dengan motto WhatsApp yang sedari awal menolak “iklan, game, atau gimmick”.

Acton sempat mengusulkan  sistem pembayaran berbasis volume. Artinya, pengguna diharuskan membayar setelah melewati pengiriman pesan dalam jumlah tertentu.

Ada juga usulan kepada pemilik bisnis untuk menyalurkan pemberitahuan kepada para pelanggan via WhatsApp, tapi bukan iklan. Usulan Acton ditolak mentah-mentah lantaran dinilai tak bakal menghasilkan banyak uang.

Kepergian Acton segera disusul oleh kawannya sesama pendiri WhatsApp, Jan Koum, yang hengkang tak lama kemudian pada Mei 2018.

Karena keputusannya itu, Acton terpaksa kehilangan sahamnya senilai 850 juta dollar AS (Rp 12,6 triliun) di Facebook yang belum selesai dibayarkan secara bertahap.

“Saya pikir, mereka (Facebook) mau melakukan hal-hal yang saya tak mau. Saya pikir lebih baik kalau saya tak menghalangi,” ujar Acton.

Induk perusahaan iklan, kok tak mau iklan?

Keputusan Acton dan Koum yang menjual WhatsApp ke Facebook, namun berharap tak bakal direcoki iklan, sebenarnya terdengar aneh mengingat Facebook adalah raksasa iklan internet.

Salah satu pendiri WhatsApp, Brian Acton, saat berbincang santai di Start X, Palo Alto, California, AS, Rabu (4/6/2014) waktu setempat.Startx/Paul Sakuma Salah satu pendiri WhatsApp, Brian Acton, saat berbincang santai di Start X, Palo Alto, California, AS, Rabu (4/6/2014) waktu setempat.
Sebanyak 98 persen pemasukan Facebook diketahui berasal dari iklan. Di sisi lain, Acton dan Koum terang-terangan menyatakan diri anti-iklan dan melindungi privasi pengguna, termasuk dengan menerapkan enkripsi supaya pesan tak bisa dilacak.

Enkripsi itu pula, menurut Acton, yang menjadi salah satu batu sandungan dalam upaya lain Facebook memonetisasi WhatApp, yakni dengan menjual tool analytics pengguna WhatsApp kepada para pelaku bisnis.

Sebagaimana dirangkum KompasTekno, Jumat (28/9/2018), tool analytics tersebut tidak bisa berjalan kalau WhatsApp dan Facebook tak bisa membaca pesan pengguna yang dienkripsi dari ujung ke ujung (end-to-end).

Facebook sejauh ini tak berencana menghapus enkripsi, namun Acton mengaku sudah ditanyai soal kemungkinan menawarkan tool analytics dalam lingkungan terenkripsi.

Model monetisasi yang sudah bisa dilakukan dan bakal segera diterapkan oleh Facebook di WhatsApp adalah penayangan iklan di Status -bar mirip stories di Instagram yang berisi foto atau video pendek yang akan dimulai tahun depan.

Meski telah hengkang dari Facebok, duo pendiri WhatsApp Brian Acton dan Jan Koum sudah kaya-raya dari hasil penjualan perusahaannya ke Facebook. Acton diperkirakan kebagian duit senilai 3,6 miliar dollar AS (Rp 53,6 triliun) dari kepemilikan sahamnya sebesar 22 persen di WhatsApp.

Demi lolos merger

Kekecewaan Acton terhadap Facebook sebenarnya sudah dimulai bahkan sebelum perjanjian akuisisi atas WhatsApp dirampungkan pada November 2014.

Agar bisa mendapat persetujuan akuisisi dari pengawas bisnis European Competition Commssion, Acton mesti bersaksi di depan belasan representatif otoritas terkait lewat teleconference.

Kekhawatirannya adalah sistem akun pengguna Facebook dan WhatsApp bisa digabungkan. Terutama, nomor pengguna di WhatsApp disinyalir bisa tersambung ke akun Facebook sang pengguna terkait, misalnya untuk keperluan targeting iklan.

Halaman:
Sumber Forbes
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com