Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Ekonomi Digital Indonesia, Minim SDM dan Transaksi Cashless

Kompas.com - 28/11/2018, 08:12 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Oik Yusuf

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Google bersama Temasek memprediksi nilai valuasi ekonomi digial di Asia Tenggara pada tahun 2025 mencapai 240 miliar dollar AS (sekitar Rp 1.448 triliun) pada tahun 2025.

Namun, sejumlah persoalan masih menjadi "PR" bagi pemerintah dan pelaku ekonomi digital di negara-negara Asia Tenggara. Dua tantangan terbesar adalah minimnya sumber daya manusia atau talent yang cakap dan masih rendahnya transaksi digital (digital payment).

Menurut Google, pada tahun 2017, sedikitnya sumber daya profesional yang mumpuni untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara menjadi tantangan yang besar dan belum terpecahkan.

Beberapa perusahaan digital disebut susah payah merekrut pekerja yang andal dan mengembangkan jumlahnya untuk menguatkan tim. Randy Jusuf, Managing Director Google Indonesia mengatakan masalah ini sudah sering menjadi pembahasan.

Baca juga: 2025, Ekonomi Digital Indonesia Diprediksi Bernilai Rp 1.400 Triliun

Menurut Randy, sumber daya manusia yang dibutuhkan tak melulu direct talent atau ahli yang berurusan langsung dengan teknologi digital seperti developer, ahli koding, atau teknisi.

"Bukan hanya direct talent tapi juga yang bekerja dari ride hailing atau UKM-UKM yang menjual produk ke luar negeri," jelasnya.

Di tahun 2018, Google memperkirakan akan ada lebih dari 100.000 pekerja ahli profesional di perusahaan ekonomi digital di Asia Tenggara yang meliputi empat sektor, yakni e-commerce, online media, online travel, dan ride hailing.

"Nah, meskipun masih ada kesempatan (untuk diperbaiki), tapi kami cukup senang melihat ini sebagai kemajuan dalam dua-tiga tahun ke belakang," imbuh Randy.

Transaksi cashless belum maksimal

Setali tiga uang, sektor transaksi digital juga disebut Randy masih belum maksimal. Dari survey Google, hanya kurang dari satu dari dua pengguna internet di Asia Tenggara menggunakan layanan transaksi digital.

Filipina dan Vietnam menjadi dua negara terendah dari enam negara Asia Tenggara lain yang mengadopsi transaksi digital dengan persentase 21 persen dan 25 persen secara berurutan.

Singapura mejadi negara dengan penggunaan digital payment tertinggi di Asia Tenggara dengan persentase 52 persen. Disusul Indonesia dengan 46 persen di posisi kedua dan Malaysia 45 persen di posisi ketiga, dan Thailand 39 persen di peringkat keempat.

Baca juga: Dompet Digital Tokopedia Diganti, dari TokoCash Jadi Ovo

Menurut Randy, masyarakat memang sudah mulai berani melakukan transaksi secara cashless, namun untuk transaksi secara offline, mereka lebih sering menggunakan uang tunai.

Rendahnya adopsi transaksi digital menyebabkan pertumbuhan konsumsi digital seperti gaming dan langganan streaming video serta musik menjadi tersendat.

Apalagi, sebagian besar masyarakat Asia Tenggara cenderung menikmati layanan streaming dengan subsidi iklan alias gratisan walaupun tersedia pilihan pembayaran, termasuk yang menggunakan transaksi digital.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com