Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Skandal Facebook Sepanjang Tahun 2018

Kompas.com - 26/12/2018, 09:29 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Oik Yusuf

Tim Redaksi

Sumber Wired

KOMPAS.com - Tahun 2018 menjadi masa yang berat bagi jejaring raksasa Facebook. Pasalnya, sejak awal tahun ini, Facebook selalu bergelut dengan beragam skandal yang sebagian melibatkan isu politik AS-Rusia.

Mulai dari bulan Februari, di mana Facebook diduga ikut berperan dalam intervensi Rusia pada pemilu AS tahun 2016, lalu skandal besar Cambridge Analytica.

Deretan skandal terus bergulir hingga kampanye hitam terhadap George Soros yang menyebabkan seruan Mark Zuckerberg untuk mundur dari posisinya sebagai chairman (pimpinan direksi) Facebook.

Hampir setiap bulan sepanjang tahun 2018, Facebook selalu menghadapi skandal. Paling tidak ada 21 skandal yang menerpa dan sebagian di antaranya masih akan berlanjut pada tahun depan.

Apa saja? Berikut ini daftarnya, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Wired, Rabu (26/12/2018).

1. Jadi alat intervensi Rusia di pemilu AS 2016 (Februari)

Robert Mueller, pengacara khusus yang melakukan investigasi intervensi Rusia dalam pemilu AS 2016 menuding Facebook ikut berperan dalam kasus ini.

Ia mengatakan bahwa ada 13 pegawai Internet Research Agency (IRA) yang menyamar sebagai warga negara AS. IRA adalah perusahaan yang bertindak untuk kepentingan bisnis dan politik Rusia di dunia online.

Mereka kemudian melakukan operasi gelap di dunia maya dengan menciptakan persona di Instagram dan Facebook. Tujuannya adalah menciptakan perpecahan antar-warga Amerika Serikat dan mendukung kemenangan Trump.

Mereka mengendalikan berbagai akun serta grup di media sosial untuk menarik perhatian masyarakat AS.

Baca juga: Ratusan Akun Facebook yang Jadi Alat Manipulasi Pilpres AS Diberangus

Tak hanya itu, ke-13 pegawai IRA juga disebt menunggah konten politik di semua media sosial AS sebagai upaya menjatuhkan Hillary Clinton, kandidat presiden lawan Donald Trump ketika itu.

Laporan terakhir dari kasus ini adalah bukan hanya Facebook yang berperan dalam pemilu AS 2016. Senat AS juga mengklaim bahwa propaganda juga dilakukan sejumlah media sosial yakni YouTube, Tumblr, Twitter, Google+ dan PayPal.

2. Propaganda kekerasan terhadap Muslim di Rohingya (Maret)

Penyidik Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuduh Facebook berperan besar dalam pembantaian masal Muslim Rohingya di Myanmar.

Penyidik yang tergabung dalam Misi Pencari Fakta Internasional PBB ini menyebut Facebook gagal menahan penyebaran berita palsu tentang Muslim Rohingya.

Facebook pun mengakui tuduhan tersebut. Manajer Kebijakan Produk untuk HAM dan Kebebasan Ekspresi Facebook, Alex Warofka mengatakan bahwa Facebook belum maksimal untuk mencegah propaganda yang mengarah ke kekerasan.

Baca juga: Facebook Lambat Hapus Propaganda di Myanmar, Zuckerberg Minta Maaf

Ia pun berjanji untuk memperbarui kebijakan konten yang mencegah ancaman kekerasan, termasuk misinformasi yang memicu kekerasan. Sayangnya, masalah semacam ini tak hanya terjadi di Myanmar.

Facebook juga menghadapi masalah serupa di Sri Lanka, terkait kekerasan anti-Muslim.

Sri Lanka bahwa meminta penyelenggara jasa internet dan operator seluler setempat untuk memblokir Facebook dan WhatsApp. Papua Niugini juga disebut sempat akan memblokir Facebook.

3. Kebocoran data Cambridge Analytica (Maret)

Kasus ini menjadi salah satu mega skandal Facebook selama tahun 2018 ini. Data pribadi milik 87 juta pengguna Facebook bocor ke perusahaan pihak ketiga yakni Cambridge Analytica.

Data pengguna dikais melalui aplikasi kepribadian bernama #yourdigitallife. Data tersebut disinyalir digunakan untuk kepentingan politik demi memenangkan Donald Trump dalam kontetasi pemilu AS tahun 2016.

Meski disebut disalahgunakan untuk kepentingan pemilu AS, nyatanya kebocoran data juga menimpa pengguna Facebook di Indonesia. Facebook mencatat setidaknya ada 1 juta data penggunanya di Indonesia yang terdampak pencurian data ini.

Baca juga: 1 Juta Akun Facebook di Indonesia Bocor, Ini Link untuk Mengeceknya

Akibat kejadian ini, bos besar Facebook, Mark Zuckerberg pun harus menghadap wakil rakyat AS untuk memberikan keterangan terbuka.

Di Inggris, Komisi Informasi setempat juga menjatuhkan denda ke Facebook karena melanggar undang-undang perlindungan data pengguna.

4. Zuckerberg dipanggil Kongres AS (April)

Setelah skandal Cambridge Analytica mencuat, Zuckerberg menghadap wakil rakyat AS di Capitoll Hill, Washington DC, AS pada 10-11 April lalu.

Zuckerberg dicecar beragam pertanyaan selama lima jam oleh para senator yang secara garis besar membahas soal privasi, keterlibatan Rusia, bagaimana cara kerja algoritma sang media sosial, model bisnis yang dijalankan Facebook, hingga isu monopoli.

Uniknya, tak hanya terkait masalah serius, banyak pula para senat yang berkonsultasi perihal IT kepada sangn pemilik Facebook langsung. Misalnya, apakah Facebook bisa mengetahui apabila ada pengguna yang mengirim e-mail melalui WhatsApp.

Baca juga: Deretan Pertanyaan Lucu untuk Zuckerberg saat Pengadilan Facebook

Pertanyaan tersebut terdengar konyol mengingat WhatsApp adalah aplikasi pesan instan, bukan platform berkirim surel.

5. Iklan propaganda politik (Mei)

Partai Demokrat AS merilis 3.500 iklan di Facebook dan Instagram yang terkait IRA. Iklan tersebut masih berkaitan dengan propaganda politik untuk memenangkan Trump di pemilu AS 2016.

Selain itu, laman yang tekait dengan Rusia tersebut menargetkan ekstensi peramban Chrome bernama FaceMusic yang menyasar para remaja putri AS. Daily Beast kemudian mengatakan bahwa ekstensi tersebut telah terinfeksi malware.

6. Pemblokiran iklan bertema LGBT (Mei)

Facebook kembali menghadapi masalah terkait iklan di paltformnya. Kali ini giliran kelompok LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) yang dibuat marah, lantaran Facebook memblokir iklan mereka.

Sistem Facebook memblokir iklan komedian gay asal Los Angeles yang dianggap sebagai iklan politik, meski dalam iklannya tidak memuat advokasi atau pandangan eksplisit politik tertentu.

Laporan Washington mengatakan bahwa ada puluhan iklan yang bertema "LGBT" dan kata-kala lain yang akhirnya diblokir Facebook, dikategorikan sebagai iklan politik. Facebook mengatakan bahwa pemblokiran tesebut dikarenakan kesalahan sistem, bukan kesengajaan.

Pihaknya beralasan sedang melakukan kebijakan konten yang baru untuk menghapus segala iklan politik, sebagai kelanjutan tuduhan keterlibatan Facebook dalam iklan politik Rusia dalam pemilu AS 2016.

7. Tudingan menyebar data pengguna ke vendor perangkat (Juni)

Halaman:
Sumber Wired
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com