Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Huawei Tidak Sepakat AI Disebut Ancam Peradaban Manusia

Kompas.com - 28/02/2019, 08:10 WIB
Yudha Pratomo,
Reza Wahyudi

Tim Redaksi

BARCELONA, KOMPAS.com - Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) yang semakin pesat membuat AI diimplementasikan ke berbagai aspek di kehidupan manusia. Hal ini membuat aktivitas manusia menjadi lebih mudah.

Pada dasarnya, AI memang dibuat hanya untuk memudahkan, bukan untuk mengganti peran manusia. Namun, banyak pihak yang menilai bahwa teknologi ini akan berbahaya bagi peradaban manusia di masa mendatang.

Pasalnya, teknologi kecerdasan buatan ini dianggap bisa menggantikan peran manusia. Sehingga, lapangan pekerjaan yang semula diisi oleh manusia juga akan digantikan oleh AI. Alhasil jumlah lapangan kerja akan berkurang.

Namun Huawei memiliki pandangan yang berbeda. Menurut Vanness Yew, CTO Huawei Tech Investment, teknologi AI malah akan mendatangkan lapangan kerja baru bagi masyarakat.

"Di China, AI sudah diperkenalkan di banyak industri dan AI itu sendiri membawa lapangan kerja," kata Vanness ketika berbincang dengan KompasTekno di Barcelona, Spanyol, Rabu (27/2/2019).

"AI merupakan bagian dari IoT. Harapan saya, saya ingin orang-orang memperkenalkan IoT dengan positif," lanjutnya.

Menurut Vanness, kondisi adanya ketakutan seperti ini sejatinya sudah pernah terjadi ketika sebuah mesin pertama kali ditemukan. Ia mengungkapkan sampai sekarang, meskipun sebagian industri sudah menggunakan mesin, industri masih tetap membutuhkan tangan manusia.   

"Kita sebenarnya sudah pernah mengalami ini. Saat pertama kali mesin dibuat, orang-orang takut kehilangan pekerjaan, tapi nyatanya masih ada pekerjaan lain," lanjutnya. 

Baca juga: Huawei Sebut Indonesia Masih Butuh 5 Tahun Lagi untuk Penerapan IoT

Ia pun menilai bahwa implementasi AI yang menjadi salah satu bagian dari Internet of Things (IoT) di Indonesia tidak bisa dilakukan secara terburu-buru. Masih banyak tantangan yang harus dihadapi.

"Kita tidak bisa terlalu terburu buru. Saya pikir jika kaya gitu tidak bagus. Kita perlu lakukan secara perlahan, inkubasi, kemudian follow up regulasi, follow up ekosistem, itu butuh waktu," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com