JAKARTA, KOMPAS.com - Konsumen di Indonesia lebih banyak membeli
smartphone di gerai fisik (
offline) ketimbang
online.
Survei Google tentang
Smartphone Insight 2019 mengungkap 69 persen calon pembeli smartphone di Indonesia bertandang ke toko offline langsung untuk membeli ponsel baru.
"Salah satu alasannya, orang itu masih butuh personal touch (pengalaman memegang produk langsung) karena ini kan termasuk barang mahal," jelas Yudistira Nugroho, Senior Industri Analis Tech & Telco Google Indonesia, Rabu (8/5/2019).
Selain itu, tidak semua calon pembeli smartphone langsung memahami antarmuka calon ponsel barunya. Sebab, masih dari survei yang sama, satu dari dua calon pembeli ponsel akan membeli merek ponsel yang berbeda dari yang sudah dimiliki.
"Untuk setting handphone baru belum semua orang fasih lah. Apalagi kalau mereka mau setting provider baru dengan bundling, mereka harus ke gerai offline", lanjut Yudis.
Kendati persentase gerai offline lebih besar, Yudis mengakui bahwa pertumbuhan pembelian secara online juga tidak bisa dianggap remeh.
"
Online itu 30 persen udah
growth kenceng si. Mungkin bisa dikatakan
double dari tahun 2017 ke tahun 2019," jelas Yudis.
Pertumbuhan ini salah satunya didorong oleh skema penjualan
flash sale yang kerap dilakulan beberapa vendor bekerja sama dengan
e-commerce.
Tren masa mendatang
Hal senada juga diungkap Director Marketing Erajaya Group Djatmiko Wardoyo yang juga bergabung dalam diskusi ini.
"Dalam pengamatan kami, memang besarannya (pembeli di toko
offline) dari lima tahun lalu itu kecil sekali," kata pria yang akrab disapa Koko itu.
Baca juga: 5 Besar Penguasa Pasar Smartphone Dunia di Kuartal Pertama 2019
"Sekarang ada angkanya terlihat besar, tapi dibanding keseluruhan pasar di Indonesia relatif kecil, masih satu digit tapi tumbuh memang, 5-10 tahun mendatang bakal gede," lanjutnya.
Ia meyakini bahwa pembelian ponsel via online akan menjadi tren di masa mendatang, namun tidak saat ini. Salah satu alasannya ada di skema pembayaran online dengan kartu kredit dan belum siapnya infrastruktur serta masyarakat.
"Kartu kredit di Indonesia ada berapa sih? Cuma 17-18 juta berdasarkan jumlahnya, bukan berdasarkan pemegang kartunya," imbuh Koko.
"Kita belum matang untuk jadi pasar online sebenarnya, karena infrastrukturnya belum benar-benar siap, belum massal seperti di China," pungkas Koko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.