"Vendor-vendor yang berada di kelas menengah, mengubah fokus mereka untuk memperkuat lini low-end. Di Q1 2018 jadi 30 persen, faktornya karena muncul Redmi 5A," kata Risky.
Oleh sebab itulah pasar low-end kemudian mengalami peningkatan. Pada Q1 2018 pasar ini meraup sebanyak 65 persen market share dan di akhir 2018 meningkat ke angka 69 persen.
Kalah agresif dari Samsung
Meski strategi yang digunakan berhasil memengaruhi pasar, Xiaomi masih dianggap masih kalah agresif ketimbang Samsung. Risky menilai perubahan strategi Samsung dengan meluncurkan seri Galaxy A cukup sukses di pasar.
"Secara keseluruhan dari Samsung memang ada peningkatan shipment dari Q1, tapi untuk finalnya tunggu bulan depan. Sejauh ini demandnya yang paling besar masih di A10 dan A30," ungkap Risky.
Baca juga: Alasan Samsung Jorjoran Merilis Ponsel Galaxy A di 2019
Menanggapi hal tersebut, Xiaomi sendiri melihat bahwa sangat wajar jika Samsung memiliki strategi dan model bisnis yang berbeda. Menurut Stephanie, kompetisi seperti ini justru memberi dampak positif untuk konsumen karena bisa memberi pilihan yang lebih banyak.
"Kami percaya setiap brand memiliki keunikan dan kelebihan masing-masing, sehingga dapat menciptakan ekosistem bisnis yang sehat," kata Stephanie.
"Xiaomi selalu berkomitmen menghadirkan produk inovatif dengan harga terbaik di kelasnya. Inilah yang menjadi fokus pengembangan produk kami yang sesuai dengan kebutuhan konsumen," pungkasnya.
Untuk lebih jauh menelisik fenomena ponsel menengah yang kian menarik di Indonesia, KompasTekno mewawancarai para vendor dan firma riset, serta menghimpun daftar produk apa saja yang tersedia di pasaran Indonesia saat ini.
Laporan selengkapnya bisa dilihat dalam sajian Visual Interaktif Kompas di tautan berikut.