Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diuji, Kecepatan Internet 5G Smartfren Tembus 8,7 Gbps

Kompas.com - 19/08/2019, 20:32 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Oik Yusuf

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kecepetan internet generasi kelima atau 5G dalam uji coba yang digelar operator seluler Smartfren di Marunda, Jakarta Utara, Senin (19/8/2019) menembus angka 8,7 Gbps di spektrum frekuensi 28 GHz (Millimeter Wave).

Uji coba 5G dilakukan secara khusus di jalur logistik kawasan pengiriman barang PT. Sinarmas Agro Resources and Technology Tbk (PT. SMART, Tbk), di Marunda, Jakara Utara, Senin (19/8/2019). Angka ini disebut masih bisa dimaksimalkan hingga 9 Gbps.

Uji coba dipraktikan dengan mendemontrasikan penggunaan virtual reality (VR) untuk mengontrol gudang logistik. VR akan terhubung dengan kamera 360 derajat di beberapa area berbahaya yang tidak memungkinkan akses manusia.

Baca juga: Smartfren Gelar Uji Jaringan 5G di Marunda

Server dari kamera ke VR tersebut membutuhkan akses data yang sangat tinggi agar pengawasan bisa dilakukan secara real time. Di sinilah jaringan 5G yang menjanjikan bandwidth lebar dan latency rendah dibutuhkan.

VR ini juga bisa melihat lebih dekat jika terjadi masalah di titik tertentu dengan bantuan drone atau pesawat tanpa awak, sehingga operator pabrik tidak perlu hadir di lokasi.

Cakupan 5G dari uji coba ini disebut mencapai 200-300 meter jika menempatkan menara pemancar sinyal (BTS) di luar area pabrik. Namun saat pengujian, cakupannya diklaim hanya mencapai 70 meter karena berada di dalam ruangan.

Munir Syahda Prabowo, Vice President Network Smartfren mengatakan, diperlukan BTS lebih banyak lagi jika ingin memonitor satu kawasan pabrik yang ujung-ujungnya mempengaruhi nilai investasi.

Baca juga: Ericsson: Jaringan 5G Bisa Bikin Operator Hemat 10 Kali Lipat

Sayangnya, Munir enggan menyebut berapa nilai investasi,baik dalam penyelenggaraan uji coba ini maupun implementasi 5G yang ditargetkan akan terwujud pada tahun 2020.

Dalam uji coba ini, Smartfren bekerja sama dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai penyedia spektrum frekuensi dan perusahaan teknologi asal China, ZTE.

28 GHz butuh investasi besar

Merza Fachys, Presiden Direktur Smartfren mengatakan, frekuensi 28 GHz dipilih karena menjadi salah satu band yang ekosistemnya paling siap. Akan tetapi, Merza juga mengatakan bahwa penggunaan frekuensi ini memiliki tantangan kalau digunakan ke masyarakat luas.

"Karena 28 GHz akan membutuhkan investasi yang tinggi," jelas Merza.

Hal senada juga diungkap Denny Setiawan, Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI. Maka dari itu, Denny mengatakan pemerintah sedang mengkaji lagi tata ulang frekuensi.

"Memang ada frekuensi lain yang sekarang lagi ramai ada 3,5 GHz, 2,6 GHz, 700 MHz tapi masih ada penggunanya. Kita sedang mengkaji juga bagaimana cara kita bisa mempercepat itu," jelas Denny.

Baca juga: Peta Sebaran Jaringan 5G di Dunia dari Pembuat Speedtest

Ia belum mau mengungkap perkiraan biaya hak penggunaan (BHP) yang akan dibanderolkan ke pengguna frekuensi nantinya. Pihaknya juga masih mengkaji ihwal regulasi yang akan diterapkan untuk implementasi 5G di sektor industri.

"Apakah nanti kita berikan ke operator seluler atau yang punya kawasan (pabrik)? Boleh enggak nanti kerja sama? Nah ini kebetulan satu grup (Smartfren-Sinarmas) jadi tak masalah, tapi kalau beda grup bagaimana," jelasnya.

Di sisi lain, Dirjen SDPPI, Ismail MT mengatakan bahwa ekosistem jaringan 5G di Indonesia dikendalikan utamanya oelh operator. Artinya perusahaan telekomunikasi punya peluang melakukan monetisasi pendapatan.

"Kalau aturan-aturan, dibuat kalau perlu. Kalau tidak perlu ya tidak usah," jawab Ismail.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com