Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Qualcomm Boleh Lanjutkan "No License No Chips" yang Ditentang Apple

Kompas.com - 28/08/2019, 07:17 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Reza Wahyudi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kampanye "no license, no chips" Qualcomm mendapat pertentangan dari beberapa vendor smartphone, salah satunya adalah Apple. Qualcomm dianggap memanfaatkan dominasinya dan dianggap melanggar undang-undang anti-monopoli.

Imbasnya, Komisi Perdagangan Federal (FTC) menuntut Qualcomm untuk mengganti strateginya. FTC juga meminta Qualcomm melakukan negosiasi ulang tentang lisensi dengan beberapa kliennya.

Namun dari perkembangan terakhir, putusan sidang pengadilan banding sirkuit sembilan yang membawahi beberapa negara bagian AS, memutuskan Qualcomm bisa melanjutkan bisnisnya dengan kampanye "no license, no chips".

Qualcomm tidak harus mengganti strategi atau melakukan negosiasi ulang dengan pelanggannya.

"Kami senang bahwa pengadilan mengabulkan permintaan kami dan percaya bahwa keputusan pengadilan distrik akan dibatalkan setelah kepatutan banding kami dipertimbangkan," jelas Don Rosenberg, wakil presiden dan penasihat umum Qualcomm.

"Selama masa proses banding masih berlanjut, Qualcomm akan tetap mempertahankan praktik lisensi. Ini akan memungkinkan Qualcomm untuk terus berinvestasi dalam menciptakan teknologi penting bagi komunikasi mobile pada transisi 5G," imbuhnya.

Proses banding akan dimulai kembali pada Januari 2020 mendatang. Bulan Mei lalu, hakim pengadilan distrik, Lucy Koh mengatakan, kampanye "no license, no chips" semakin menguatkan dominasi Qualcomm.

Sebab, aturan itu memaksa pelanggan Qualcomm membayar lisensi atas royalti penggunaan chipset. Kemenangan Qualcomm ini juga membuat FTC tidak puas.

"Kami menghormati keputusan tersebut dan akan mencari cara untuk mempertahankan kepatutan keputusan pengadilan distrik," jelas Direktur FTC, Bruce Hoffman, dilansir KompasTekno dari Phone Arena, Senin (26/8/2019).

Hoffman mengatakan, meski Qualcomm berhak melanjutkan praktik bisnisnya, namun beberapa batasan tetap harus berlaku. Ada beberapa syarat pemantauan yang harus diikuti.

Menurut Lucy, Qualcomm harus menyerahkan laporan kepatuhan keputusan dan laporan penagwasan selama tujuh tahun keapda FTC tiap tahunnya.

Qualcomm juga dilarang mencegah atau membungkam para pelanggannya yang berbicara soal masalah anti-monopoli yang dituduhkan kepada Qualcomm.

Keputusan pengadilan yang memenangkan Qualcomm dikarenakan adanya dua opini pemerintah yang berbeda.

"Kasus ini unik, karena pemerintah sendiri terbelah menjadi dua pendapat tentang kepatutan hasil sidang dan pengaruhnya terhadap kepentingan publik," tulis pengadilan dalam arsipnya.

FTC menganggap taktik bisnis Qualcomm dianggap melanggar undang-undang anti-monopoli dan memanfaatkan dominasinya.

Sementara di sisi lain, Departemen Pertahanan mengatakan gugatan melawan Qualcomm justru akan mengancam keamanan nasional karena dapat menghambat perusahaan semikonduktor asal AS itu menjadi pemimpin global 5G.

Baca juga: Huawei Masuk Blacklist, Intel dan Qualcomm Setop Pasokan Komponen?

Apple menjadi salah satu pelanggan Qualcomm yang sempat bermasalah karena kampanye "no license, no chips" ini. Sengketa hukum antara Apple-Qualcomm pun baru berakhir awal tahun ini.

Keduanya sepakat mencabut seluruh perkara pengadilan yang bergulir di beberapa negara. Mereka juga membuat beberapa perjanjian, misalnya, Apple sepakat membayar Qualcomm dengan nominal tertentu dan tidak disebutkan untuk apa.

Rumor yang beredar jumlah pembayaran itu mencapai 4,5 miliar dollar AS. Qualcomm juga akan memberikan lisensi selama enam tahun untuk Apple dan beberapa perjanjian pasokan chip dalam beberapa tahun ke depan.

Baca juga: Apple dan Qualcomm Damai, Intel Tersingkir dari 5G Smartphone

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com