Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jurus Huawei Bertahan Tanpa Google

Kompas.com - 23/09/2019, 19:04 WIB
Oik Yusuf,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

MUNICH, KOMPAS.com - Ada yang mengganjal saat acara peluncuran seri ponsel Huawei Mate 30 di Munich, Jerman, pekan lalu.

Huawei Mate 30, Mate 30 Pro, dan Mate 30 RS Porsche Design dibekali aneka hardware dan fitur tercanggih, tapi ada satu batu sandungan yang cukup signifikan.

Baca juga: Huawei Mate 30 dan Mate 30 Pro Resmi Meluncur

“Kami tak bisa menggunakan layanan Google Mobile Services (GMS),” ujar CEO Huawei Richard Yu saat memperkenalkan duo Mate 30 dan Mate 30 Pro di panggung acara, Kamis (19/9/2019).

Dengan kata lain, meski sistem operasinya tetap berbasis Android 10, jajaran ponsel Mate 30 tidak dilengkapi dengan aneka aplikasi dan layanan Google, termasuk toko aplikasi Android Play Store, Google Maps, Gmail, dan YouTube.

Padahal, aplikasi dan layanan Google adalah bagian tak terpisahkan dari ekosistem perangkat Android bagi para pengguna di luar China.

Baca juga: Huawei Mate 30 dan Mate 30 Pro Dipastikan Tak Punya Google PlayStore

Para konsumen di wilayah Eropa, Amerika, hingga Indonesia sudah terbiasa bergantung pada sederet layanan Google yang selalu hadir di perangkat Android.

Untuk pasar domestik Huawei di China, konsumen gadget agaknya tak akan terlalu berpengaruh karena sejak awal layanan dan aplikasi Google memang absen di sana.

Mulai sekarang, tak ada lagi aplikasi Google untuk Huawei

Jervis Su, Vice President Consumer Mobile Services Huawei, memperjelas penyataan Richard Yu dalam sesi tanya jawab, sehari setelah acara peluncuran lini ponsel Huawei Mate 30.

Dia mengatakan bahwa sebagai buntut perang dagang antara AS dengan China, mulai sekarang ponsel-ponsel Huawei tidak akan bisa lagi menggunakan aplikasi dan layanan Google (GMS), dengan sedikit pengecualian.

“Hanya perangkat yang sudah ada di pasaran yang tidak terdampak,” katanya menanggapi pertanyaan wartawan tentang nasib layanan Google di ponsel Huawei.

Smartphone Huawei yang masih bisa menjalankan layanan dan aplikasi Android Google misalnya lini P30 yang dirilis awal tahun ini.

Smartphone papan tengah Huawei Nova 5T yang akan meluncur di Indonesia dalam waktu dekat pun tidak terpengaruh dan masih dibekali dengan berbagai layanan Google.

Berbeda dari seri Mate 30, Huawei Nova 5T yang akan segera hadir di Indonesia masih dibekali dengan aplikasi dan layanan Google. Tampilan layar seperti ini akan menjadi pemandangan langka di ponsel-ponsel mendatang dari Huawei, kecuali AS mengubah kebijakannya terkait perang dagang dengan China. KOMPAS.com/ OIK YUSUF Berbeda dari seri Mate 30, Huawei Nova 5T yang akan segera hadir di Indonesia masih dibekali dengan aplikasi dan layanan Google. Tampilan layar seperti ini akan menjadi pemandangan langka di ponsel-ponsel mendatang dari Huawei, kecuali AS mengubah kebijakannya terkait perang dagang dengan China.
KompasTekno sempat menjajal sebuah unit sample Huawei Nova 5T dan menemukan bahwa di dalamnya memang masih ada aplikasi dan layanan Google dalam keadaan lengkap, termasuk toko aplkasi Play Store.

Baca juga: Kesan Pertama Menjajal Ponsel Andalan Baru Huawei, Mate 30 Pro

Nova 5T memang sudah diumumkan sejak Agustus 2019 dan mulai dirilis ke pasaran pada awal September.

Perangkat ini masih lolos dari kebijakan pemerintah AS yang melarang perusahaan-perusahaan asal negeri Paman Sam -termasuk Google- menjual produk ataupun layanan ke Huawei.

Beda halnya dengan Mate 30, Mate 30 Pro, dan Mate 30 RS Porsche Design. Calon pemilik trio ponsel tercanggih dari Huawei itu tidak akan menemukan aplikasi dan layanan GMS di dalamnya.

“Mate 30 menghadapi situasi baru yang belum pernah kami alami sebelumnya,” imbuh Jervis Su. Mulai dari lini Mate 30 yang menjadi korban pertama dari perang dagang AS dan China, ponsel berikutnya dari Huawei pun tidak bisa memakai aplikasi dan layanan Google.

Pemilik perangkat Huawei yang sudah dirilis sebelum Mate 30  tidak perlu khawatir, karena aplikasi dan layanan Android Google tetap akan berjalan dan berfungsi dengan normal.

Iming-iming Rp 14 triliun

Huawei bertindak cepat menyiapkan ekosistem aplikasinya, Huawei Mobile Services (HMS) sebagai pengganti GMS yang bakal absen dari ponsel-ponselnya.

Raksasa China ini menggelar program insentif bernilai 1 miliar dollar AS (Rp 14 triliun) untuk menarik developer agar membuat aplikasi yang didistribusikan lewat toko Huawei App Gallery.

Huawei turut menjanjikan revenue sharing sebesar 85 persen untuk developer yang memajang aplikasinya di toko App Gallery.

CEO Huawei Richard Yu menerangkan program insentif bernilai 1 miliar dollar AS yang digelar demi menarik developer ke ekosistem Huawei Mobile Services, dalam acara peluncuran seri ponsel Huawei Mate 30 di Munich, Jerman, Kamis (19/9/2019).KOMPAS.com/ OIK YUSUF CEO Huawei Richard Yu menerangkan program insentif bernilai 1 miliar dollar AS yang digelar demi menarik developer ke ekosistem Huawei Mobile Services, dalam acara peluncuran seri ponsel Huawei Mate 30 di Munich, Jerman, Kamis (19/9/2019).

Persentase pendapatan yang bakal diperoleh developer tersebut lebih besar dibandingkan revenue sharing di Google Play Store maupun Apple App Store sebesar 70 persen.

Menurut Jervis, HMS kini sudah eksis selama lebih dari 5 tahun di China dan lebih dari 2 tahun di luar China. Jumlah developer-nya di seluruh dunia mencapai kisaran 1 juta dengan jumlah aplikasi lebih dari 45.000.

Baca juga: Ponsel Lipat Huawei Mate X Meluncur Oktober

Dia menyebutkan ada berkah tersembunyi bagi developer independen di balik pemblokiran aplikasi dan layanan Google di ponsel-ponsel mendatang dari Huawei.

“Banyak perusahaan software senang dengan situasi ini karena mereka pikir ini peluang besar agar bisa memajukan bisnis,” klaim Jervis.

Masih banyak pertanyaan

Jumlah aplikasi di App Gallery masih jauh dibandingkan Google Play Store yang mencapai kisaran 2,7 juta hingga pertengahan tahun ini.

Namun, persoalan kelengkapan ekosistem sebenarnya lebih mendalam dari sekadar jumlah aplikasi, karena layanan Google sekaligus berperan menjalankan sejumlah fungsi penting di ponsel.

Baca juga: Kisah Android, dari OS Kamera hingga Logo yang Terinspirasi Toilet

Misalnya, Play Services digunakan untuk menyalurkan notifikasi di aplikasi-aplikasi populer seperti Instagram dan Facebook. API Google Maps pun diintegrasikan oleh aneka layanan yang menggunakan pemetaan, macam transportasi online.

Di luar itu, masih banyak pertanyaan menyangkut kesiapan HMS untuk digunakan oleh konsumen. Contohnya sekuriti untuk aplikasi di App Gallery.

Vice President Consumer Mobile Services Huawei Jervis Su.
KOMPAS.com/ OIK YUSUF Vice President Consumer Mobile Services Huawei Jervis Su.
Jervis menyebutkan bahwa Huawei menerapkan keamanan 4-tahap untuk memastikan aplikasi yang disalurkan ke App Gallery benar-benar aman.

“Sebelum aplikasi-aplikasi diunggah, mereka diperiksa untuk memastikan keamanan User. Kami belum membandingkan dengan platform lain, tapi kami punya sekuriti sendiri,” terang Jervis.

Soal keamanan ini nanti masih harus dibuktikan. Sebagai gambaran, Google sendiri masih sering kecolongan memuat aplikasi berbahaya di Play Store yang menyisipkan program jahat.

Beberapa aplikasi ini sempat diunduh banyak pengguna sebelum akhirnya ketahuan dan dihapus.

Baca juga: Awas Virus Joker, Segera Hapus 24 Aplikasi Ini dari Ponsel Android Anda

Lalu ada juga kekhawatiran soal ketersediaan aplikasi pemerintahan dan perbankan yang sering digunakan oleh user, seperti dalam kasus mobile banking.

Tentang ini, Jervis mengatakan pihaknya memiliki tim-tim khusus di berbagai negara untuk membujuk pihak terkait agar menyediakan aplikasi di App Gallery Huawei. Namun, dia belum bisa memberikan kepastian.

“Banyak dari layanan itu (misalnya mobile banking) bisa diakses lewat web. Kalau file APK-nya tidak ada, tim kami akan berdiskusi dengan developer yang bersangkutan untuk menyediakan solusi,” ujar Jervis.

Bagaimana pula dengan sistem pembayaran? Ini pun masih belum jelas.

Baca juga: Berapa Kerugian Huawei Jika Putus Hubungan dengan AS?

Aplikasi gratis tentu tak masalah. Namun, untuk aplikasi berbayar, Jervis mengatakan pengguna mesti membayar dua kali apabila pernah membeli satu aplikasi di Google Play Store, kemudian ingin mengunduh aplikasi yang sama di App Gallery.

“Pengguna sudah bisa membeli aplikasi berbayar. Namun, untuk model berlangganan, sistemnya berbeda dan masih direncanakan,” katanya.

Berharap kepada Trump

Huawei sendiri bukannya tidak mau menggunakan aplikasi dan layanan Google. Dalam presentasinya di panggung peluncuran, CEO Richard Yu mengatakan pihaknya terpaksa mengandalkan HMS karena tidak punya pilihan lain akibat GMS yang tak boleh dipakai Huawei.

Jervis mengutarakan sentimen yang sama. “Kami sebenarnya dengan senang hati akan memakai GMS. Google juga begitu. Tapi ada alasan lain yang mencegah itu terwujud,” keluhnya.

Perusahaan-perusahaan AS sebenarnya bisa mengajukan lisensi agar dibolehkan menjual produk dan layanan ke Huawei. Google sudah mengajukan permintaan lisensi itu bersama perusahaan-perusahaan AS lain.

Baca juga: Huawei Masih Bisa Bernafas di AS 90 Hari Lagi

Hingga akhir Agustus lalu, Departemen Perdagangan AS sudah menerima lebih dari 130 permintaan lisensi untuk berbisnis dengan Huawei.

Namun, belum ada yang dikabulkan. Google pun tak bisa memberikan aplikasi dan layanannya ke Huawei selagi belum mendapat lisensi bisnis.

Akankah keadaan ini berubah untuk Huawei di masa depan? Jervis hanya tersenyum. “Saya pikir itu tergantung Trump (Presiden AS),” jawabnya singkat.

Ivonne Li, Head of GetApps Xiaomi, saat menjelaskan tampilan baru toko aplikasi tersebut dalam acara Konferensi Pengembang Aplikasi Xiaomi (MIDC) di Jakarta, Rabu (4/9/2019).KOMPAS.com/ WAHYUNANDA KUSUMA PERTIWI Ivonne Li, Head of GetApps Xiaomi, saat menjelaskan tampilan baru toko aplikasi tersebut dalam acara Konferensi Pengembang Aplikasi Xiaomi (MIDC) di Jakarta, Rabu (4/9/2019).

Selain Huawei, beberapa vendor China lain belakangan giat mempromosikan toko aplikasinya sendiri sebagai alternatif Google Play Store.

Mungkin mereka memetik pelajaran dari nasib Huawei dan ingin mengurangi ketergantungan pada Google, setidaknya untuk penyediaan aplikasi.

Baca juga: Keuntungan Pengembang Aplikasi Jika Gabung Oppo App Market

Oppo misalnya, pada Juni lalu menawarkan iming-iming promosi gratis untuk developer lokal Indonesia yang memajang aplikasinya di toko Oppo App Market.

Lalu, awal bulan ini, Xiaomi turut menggelar program insentif dengan nilai total Rp 200 miliar demi menarik developer lokal Indonesia, agar membuat software untuk toko GetApps besutannya.

Baca juga: Toko Aplikasi Xiaomi Mi Apps Store Ganti Nama Jadi GetApps

Namun, beberapa layanan Google yang sudah kadung akrab dengan pengguna Android dan sulit dibuat tandingannya mungkin akan tetap tak tergantikan, misalnya saja Google Maps dan Google Photos.

Bagaimana nasib ponsel-ponsel Huawei di pasaran tanpa layanan serta aplikasi Google? Hanya waktu -dan Presiden Trump- yang bisa menjawab.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com